Minggu, 20 Desember 2009

PERAN PELABUHAN DALAM MENCIPTAKAN PELUANG USAHA PARIWISATA

Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Crane dan gudang berpendingin juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan. Sering pula disekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan pemrosesan barang.

Kata pelabuhan laut digunakan untuk pelabuhan yang menangani kapal-kapal laut. Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang digunakan untuk berlabuhnya kapal-kapal penangkap ikan serta menjadi tempat distribusi maupun pasar ikan.

Klasifikasi pelabuhan perikanan ada 3, yaitu: Pelabuhan Perikanan Pantai, Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan Pelabuhan Perikanan Samudera.

Di bawah ini hal-hal yang penting agar pelabuhan dapat berfungsi:

* Adanya kanal-kanal laut yang cukup dalam (minimum 12 meter)
* Perlindungan dari angin, ombak, dan petir
* Akses ke transportasi penghubung seperti kereta api dan truk.

Pengkajian terhadap sejarah Indonesia, agaknya lebih cenderung mengutamakan masalah-masalah di wilayah darat daripada di wilayah laut.[1] Indonesia sebagai negara maritim[2], yang mempunyai wilayah laut lebih besar daripada darat sudah barang tentu membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam terhadap masalah kelautan, sehingga potensi kelautan Indonesia akan dapat diungkapkan dan diketahui secara komprehensif, termasuk dari sisi sejarah maupun pariwisata.[3] Sejarah yang mengkaji masalah kemaritiman (maritime history), biasanya mempunyai bidang-bidang kajian seperti perdagangan laut, teknologi kelautan, perompakan, nelayan, pelabuhan, dan sebagainya.[4] Sudah barang tentu, pengkajian terhadap sejarah maritim ini juga terkait dengan aspek-aspek lain seperti kota pelabuhan, kepariwisataan, maupun masalah-masalah yang terjadi di sekitar daerah pesisir atau pantai. Selanjutnya, untuk memahami eksistensi sebuah pelabuhan, maka perlu memahami arti pelabuhan itu sendiri, sehingga dapat diketahui peran apa yang dimainkan oleh sebuah pelabuhan.

Menurut R. Bintarto, pelabuhan mempunyai empat arti.[5] Pertama, arti ekonomis karena pelabuhan mempunyai fungsi sebagai tempat ekspor impor dan kegiatan ekonomi lainnya yang saling berhubungan sebab akibat. Kedua, arti budaya karena pelabuhan menjadi tempat pertemuan berbagai bangsa, sehingga kontak-kontak sosial budaya dapat terjadi dan berpengaruh terhadap masyarakat setempat. Ketiga, arti politis karena pelabuhan mempunyai nilai ekonomis dan merupakan urat nadi negara, maka harus dipertahankan. Keempat, arti geografis karena keterkaitannya dengan lokasi dan syarat-syarat dapat berlangsungnya suatu pelabuhan. Pelabuhan merupakan sebuah sistem jaringan kerja yang saling terkait antara variabel yang satu dengan variable yang lainnya. Suatu hal yang jarang dibahas adalah bagaimana sistem jaringan yang saling terkait ini terkait dengan suatu jaringan lain yaitu sistem pariwisata. Perubahan utama dalam sistem pelabuhan biasanya terkait dengan adanya laju arus barang yang semakin meningkat.


Hal ini berakibat kebutuhan akan efektivitas dan effisiensi pelabuhan semakin terdesak untuk segera dipenuhi. Peralatan dan tata kerja pelabuhan harus segera disempurnakan.[6] Singkat kata, pelabuhan harus dimodernisasi. Modernisasi ini tidak lain bertujuan untuk meningkatkan peran ekonominya. Lalu, bagaimana pariwisata bisa berperan dalam meningkatkan peran ekonomi suatu pelabuhan, termasuk andaikata tidak terjadi perubahan arus barang? Bagi pelabuhan yang sudah tidak bisa lagi dikembangkan sebagai pintu ekspor impor, tetapi mempunyai nilai historis, maka pariwisata merupakan salah satu jawaban untuk memfungsikan secara ekonomis “lokasi” tersebut. Sekarang ini, dengan diterapkannya UU Otonomi Daerah, terbuka peluang bagaimana modernisasi dan manajemen ini mampu memberi nilai tambah bagi pelabuhan sehingga ada komponen lain yang bisa dikembangkan selain komponen utama dalam sistem pelabuhan itu sendiri, khususnya di komponen pariwisata. Di sisi lain, peranan sektor pariwisata dalam menunjang pembangunan nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan Naisbitt memproyeksikan bahwa sektor ini dapat menghasilkan sekitar 10% dari produk nasional bruto dunia. Bagi Indonesia, sektor pariwisata diharapkan mampu menjadi tumpuan utama dalam penerimaan devisa negara. Masalahnya, mau atau tidak peluang bisnis pariwisata dijadikan salah satu sub-sistem dari manajemen pelabuhan.

Pelabuhan, Perdagangan Laut, dan Pariwisata dalam Perkembangan Kota

Dalam perkembangan historiografi Indonesia, kota-kota pantai di Indonesia[7] telah menjadi kajian sejarah yang sangat menarik. Bagaimana rute-rute perdagangan terjadi antara kota pantai yang satu dengan yang lain, sehingga telah membentuk jalinan “kesatuan” antar wilayah.[8] Dengan demikian, lokasi suatu pelabuhan dapat menjelaskan jaringan regional atas kota-kota yang saling berhubungan.[9] Berdasarkan jejak-jejak historis jaringan regional yang diakibatkan aktivitas pelabuhan sesungguhnya dapat dikonstruk ulang dan menjadi salah satu komoditas wisata. Itulah sebabnya perlu dilakukan mapping terhadap jaringan maritim yang terjadi sehingga terdapat objek wisata terpadu khususnya dalam konteks wisata maritim.

Dalam hubungannya dengan kota pelabuhan, telah banyak penelitian tentang hal ini. Rhoads Murphey[10] meneliti tentang perkembangan kota-kota pelabuhan di Asia. Dia mengatakan, bahwa kota berkembang karena peranan utama dari pelabuhan. Kota pelabuhan ini menjadi pembawa perubahan di Asia. Orang Barat membawa pengaruh di berbagai wilayah Asia, karena di kota pelabuhan inilah terjadi pergeseran nilai-nilai tradisional akibat pengaruh nilai-nilai Barat. Secara ekonomi kota pelabuhan sangat menonjol selama abad XIX dan pada awal abad XX kota pelabuhan menguasai dan sering menciptakan perdagangan, industri, keuangan, perbankan, asuransi pasar modal, serta membentuk jaringan peran dominan atas pedalaman agrarisnya. Pada kenyataannya banyak situs-situs historis sebagai hasil perkembangan kota maritim. Situs-situs ini perlu dipelihara dan dilestarikan, sehingga bisa menjadi objek wisata yang menarik. Tentunya setelah hal ini dimanaj dan dipoles sedemikian rupa sehingga menarik bagi para wisatawan untuk mengunjunginya.

Perkembangan suatu pelabuhan maupun kota tidak bisa dilepaskan dengan perdagangan, dan sudah barang tentu perkembangan perdagangan juga sangat terkait dengan peran dan fungsi pelabuhan. Bahkan, Max Weber mengatakan, bahwa perdagangan merupakan variabel yang menentukan dalam perkembangan sebuah kota. Oleh karena perdagangan itu sendiri juga termasuk perdagangan jarak jauh atau perdagangan antar pulau maupun antar negara, maka aktivitas inilah yang menjadi inti dari pengertian sebuah kota.[11] Sementara itu, pembahasan terhadap kota pelabuhan secara menyeluruh sering menempatkan pelabuhan pada posisi yang rendah, sehingga apa yang disebut kota pelabuhan sering kehilangan sifat maritimnya. Sebaliknya, kajian terhadap suatu pelabuhan tanpa menunjukkan dan menganalisis kota tempat pelabuhan itu berada juga menghilangkan fungsi kota pelabuhan sebagai hal yang sangat berkaitan.[12] Asumsi ini menginformasikan kepada kita untuk senantiasa melakukan berbagai kajian pengembangan yang tidak boleh melepaskan hubungan antara kota dan pelabuhan, baik pada masa sekarang maupun pada masa datang.

Pelabuhan, rupanya menduduki posisi penting dalam proses dinamika pertemuan budaya, karena melalui pelabuhan ini dihubungkan jalinan budaya antara wilayah lautan dengan wilayah daratan.[13] Dari seberang lautlah budaya “asing” masuk melalui pelabuhan dan di sinilah interaksi budaya dengan segala implikasinya terjadi.[14] Interaksi budaya ini telah memunculkan kelompok-kelompok sosial dari berbagai etnis dan membentuk kampung-kampung etnis tertentu dengan akulturasi budaya mereka yang berkembang di sekitar pelabuhan. Keberadaan kampung-kampung ini sebenarnya bisa dijadikan salah satu objek perjalanan wisata, terutama bagi orang-orang yang masih ada kaitan keluarga maupun teman dengan warga yang tinggal di kampung tersebut.

Ramai tidaknya suatu pelabuhan tergantung dari berbagai faktor di antaranya faktor ekologi.[15] Demikian halnya dengan pariwisata, kegiatan ini juga bergantung dengan ekologi. Pelabuhan yang kotor dan tercemar oleh berbagai polusi tentunya tidak menarik untuk dikunjungi wistawan. Pelabuhan, yang dalam bahasa Inggris disebut harbour bersinonim dengan kata port, namun demikian menurut Rhoads Murphey, kedua konsep ini merupakan dua pengertian yang berbeda. Harbour mempunyai titik tekan atau acuan pada konsep fisik yang memberi pengertian tentang pelabuhan sebagai tempat berlindung atau berteduhnya kapal- kapal. Sementara port lebih mengacu pada konsep ekonomi, yaitu pelabuhan yang dipandang sebagai tempat atau pusat tukar menukar atau keluar masuknya barang-barang komoditas antara daerah hinterland dengan foreland.[16] Kedua konsep tentang pelabuhan ini juga bisa ditangkap secara berbeda dalam mengembangkan wisata pelabuhan. Dalam konsep fisik pelabuhan berarti dermaga tempat kapal-kapal berlabuh dengan segala fasilitasnya. Banyak orang yang ingin melihat dan mengetahui kapal-kapal besar, kapal perang, dan bahkan ingin menaikinya. Sementara pelabuhan dalam konsep ekonomi merupakan serangkaian kegiatan ekonomi sejak kapal datang hingga kapal berangkat. Salah satu motivasi wisata adalah melihat dan mempelajari hal-hal baru.

Wisatawan ingin mencari kebahagiaan batin dengan melihat dan menikmati hal baru yang tidak ditemui di tempat tinggalnya. Itulah sebabnya, sebuah proses ekonomi pelabuhan yang berlangsung di pelabuhan bisa juga menjadi objek wisata yang cukup potensial bila bisa dimanaj dengan baik. Pelabuhan yang mengacu pada konsep ekonomi, di samping berfungsi sebagai tempat/ pusat tukar menukar atau keluar masuknya barang perdagangan, juga menjadi salah satu syarat sifat kosmopolitannya suatu wilayah atau kota karena adanya dampak ekonomi yang ditimbulkannya.[17] Dari konsep ini diperoleh pengertian bahwa ada hubungan antara hinterland dengan aktivitas suatu pelabuhan. Dengan kata lain, bagi wilayah hinterland maupun foreland, pelabuhan berfungsi dalam menawarkan volume dagang dan menarik kapal-kapal bagi perdagangan dari dan ke pedalaman. Konsep ini sebenarnya bisa digunakan dalam mengembangkan peluang pariwisata dari pelabuhan. Pelabuhan berfungsi sebagai objek yang menarik wisatawan baik dari hinterland maupun dari foreland. Pada abad XXI ini fungsi pelabuhan sebagai pelabuhan penumpang harus lebih ditingkatkan khususnya penumpang dalam kontek wisatawan.

Operasionalisasi pelabuhan pada hakekatnya merupakan sebuah sistem. Sistem yaitu sebuah jaringan kerja yang saling berhubungan. Sistem tersebut terdiri dari beberapa subsistem dan di dalamnya juga didukung oleh subsubsistem yang lebih kecil. Kesemuanya ini berlangsung dalam hubungan yang saling kait mengait dan didukung oleh net of transportation yang menghubungkan pelabuhan dengan daerah hinterland baik jalan kereta api maupun jalam raya. Fungsionalisasi net of transportation bagi wisatawan juga mutlak harus dipikirkan. Perjalanan yang menyenangkan sangat diminati oleh para wisatawan. Jaringan kereta api yang telah ada dan kurang dimanfaatkan, perlu diupayakan untuk perjalanan wisata ke pelabuhan melalui kereta api. Sudah barang tentu, kereta api yang digunakan sudah diubah menjadi kereta wisata yang indah. Pada dasarnya, sistem industri suatu pelabuhan yang ada terdiri dari tiga subsistem, yaitu: Port Administration/ Port Authority , Port Bisnis (Perusahaan Pelabuhan), dan Pengguna Jasa Pelabuhan (Port Users). Sistem ini berlangsung dan berkembang karena ada manajemen terhadap aktivitas pelabuhan itu.

Dalam konteks ini, manajemen dilihat dalam perspektif suatu cara untuk mengendalikan dan mengembangkan suatu sistem ekonomi dengan melakukan pengaturan terhadap fungsi-fungsi sistem pelabuhan seefisien mungkin.[18] Selain itu sistem pelabuhan juga didukung oleh para pelaku di pelabuhan seperti pejabat dan pegawai pelabuhan, buruh pelabuhan, pedagang, konsumen, dan produsen, serta masyarakat yang hidup di sekitar pelabuhan. Manajemen itu sendiri tidak dapat mengabaikan pendekatan sistem untuk melihat variabel yang saling terkait dan terpengaruh.[19] Dalam konteks ini, peluang bisa diupayakan dengan menyamakan visi dan misi wisata pelabuhan. Dinas dan instansi terkait perlu melakukan kerjasama dan usaha untuk menggali potensi yang ada. Sementara seluruh pelaku bisnis yang terlibat dalam aktivitas pelabuhan juga perlu disadarkan pentingnya sisi wisata di pelabuhan, sehingga mereka akan mendukung kegiatan wisata pelabuhan. Pengaturan aktivitas wisata dengan perangkat peraturan formal sangat penting untuk mengikat dan mempertegas kegiatan wisata di pelabuhan dan mendapat dukungan formal dari para pelaku bisnisnya.

Munurut Christopher, pendekatan sistem terhadap pelabuhan mempunyai elemen-elemen anatomi yaitu: 1) Hubungan antara hinterland dengan foreland; 2) Port Facilties, yaitu pengungkapan terhadap unsur-unsur yang berkaitan dengan transport pada tingkat regional, nasional, dan internasional/ global; 3) Industri pelabuhan, artinya melihat pelabuhan sebagai sistem industri yang terdiri dari sub-sub sistem.[20] Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas pelabuhan dalam proses ekonomi dan memahami hubungan antara pelabuhan dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Dengan demikian aplikasi marphologi dari suatu sistem pelabuhan diasumsikan akan membawa transformasi sosial ekonomi. [21] Transformasi sosial ekonomi masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar pelabuhan dan masyarakat kota pada umumnya merupakan akibat langsung dari aktivitas pelabuhan. Manajemen yang baik terhadap hal ini akan memberikan dampak positip bagi meningkatnya kegiatan ekonomi di sekitar pelabuhan terutama sector ekonomi kecil dan informal. Keberadaan pedagang kaki-lima , pedagang souvener, dibangunnya museum, rumah makan sea food yang khas, dan sebagainya akan membawa perubahan sosial ekonomi masyarakat dan pada gilirannya pendapatan pelabuhan dan pendapatan daerah juga mengalami peningkatan.

Kesejahteraan karyawan pelabuhan akan bertambah pula. Selain itu, sistem pelabuhan merupakan salah satu titik dari mata rantai logistik dalam rangkaian proses transformasi yang menambah nilai dan produk. Nilai akan bertambah melalui empat proses perubahan, yaitu perubahan fungsi (manfaat fungsi produk); perubahan pemilikan (manfaat pemilikan); perubahan waktu (manfaat waktu); dan perubahan ruang (manfaat tempat). Dalam proses itu masing-masing dijelaskan: perubahan fungsi berlangsung pada pengolahan manufaktur atau barang industri; perubahan pemilikan terjadi pada transaksi penjualan; perubahan waktu terjadi pada penimbunan; dan perubahan ruang terjadi pada proses pengumpulan dan penyebaran barang.[22] Bagaimana proses perubahan fungsi yang membawa nilai ini bisa dimanfaatkan untuk peluang pariwisata? Ternyata dari berbagi perubahan fungsi ini perlu dilakukan upaya baru dalam hal terjadinya perubahan fungsi wisata. Tentunya setelah perubahan fungsi yang berlangsung ini dikaji secara cermat, mana-mana yang bisa berpeluang dalam pengembangan pariwisata. Perkembangan pelabuhan dengan berbagai dampaknya ternyata sangat dipengaruhi oleh manajemen pelabuhan.

Manajemen menjadi nafas bagi kehidupan sebuah pelabuhan. Semakin baik manajemen suatu pelabuhan maka akan semakin baik pula efektivitas dan efisiensi suatu pelabuhan. Manajemen mendasari sistem pelabuhan dalam menjalankan peran dan fungsinya secara terpadu, berencana, terarah, dan menyeluruh.

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com