Rabu, 16 Desember 2009

Penanganan Ikan

Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ”segar” adalah saat
dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan pernah
menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama saat
panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya
selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap
dikonsumsi.

Agar dapat melakukan penanganan hasil perikanan secara benar untuk
mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya (ikan dan hasil perikanan
lainnya) yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara
penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi
penyebab kerusakan tersebut.

Kondisi komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan saat dipanen merupakan ciri atau
kriteria mutu(kesegaran)-nya sekaligus merupakan penyebab dominan kerusakan
mutunya dibanding penyebab lainnya seperti kontaminasi dan benturan/tekanan fisik.
Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera setelah
dipanen dapat efektif dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Fakta telah
menunjukkan bahwa perlakuan suhu rendah menggunakan es merupakan salah satu
cara yang paling cocok untuk menangani ikan setelah dipanen sampai saat siap untuk
diolah lebih lanjut. Cara ini erelatif murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan
kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosial-ekonomi nelayan, petani ikan dan
pedagang ikan saat ini.

Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dan mencegah penyebab
kerusakan lainnya seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik, diperlukan
sarana yang cocok dalam jumlah cukup. Oleh karena itu sarana tersebut merupakan
syarat mutlak yang harus disediakan diatas kapal penangkap ikan dan di tempat
penanganan ikan segar lainnya seperti di dermaga pembongkaran, tempat pelelangan
ikan (TPI) dan gudang pada pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan
perikanan.

Penyebab utama kerusakan ikan dilihat dari sumbernya meliputi penyebab dari keadaan
ikan itu sendiri pada saat ditangkap dan penyebab dari kondisi diluar tubuh ikan.
Penyebab kerusakan oleh keadaan ikannya sendiri meliputi kondisi fisik dan komposisi
kimiawi ikan, sedangkan kerusakan dari luar tubuh ikan disebabkan oleh kontaminasi
dan tekanan atau benturan fisik yang dialami ikan selama penanganannya dilakukan.
Dengan mengetahui mekanisme penyebab terjadinya kerusakan dapat diupayakan
langkah-langkah pencegahan untuk menghambat proses penurunan mutu ikan.
Dari bentuk fisiknya bagian tubuh ikan yang dapat dimakan (edible portion) adalah
dagingnya, sedangkan bagian tubuh lainnya seperti kepala, insang, isi perut, kulit, sirip
dan tulang merupakan bagian yang tidak dapat dimakan meskipun pada jenis ikan
tertentu bagian ini merupakan produk perikanan eksklusif yang mahal harganya setelah
mendapatkan perlakuan pengolahan/penanganan khusus. Porsi dari bagian-bagian
tersebut sangat tergantung dari jenis ikan yang berkaitan dengan bentuk tubuhnya,
dimana secara garis besar bentuk tubuh ikan dapat dikelompokkan sebagai berikut
(Zaitsev, et al., 1969) : (1) seperti bentuk torpedo atau cerurtu contoh ikan tuna
(Thunnus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), layang (Decapterus spp.), kembung
(Rastrelliger spp.), lemuru (Sardinella longiceps) dsb., (2) bentuk panah atau tombak,
Contoh : ikan julung-julung (Tylosurus spp., Hemir hamphus spp.), ikan layur (Trichiurus
spp.) dsb., (3) bentuk pipih dengan ukuran potongan vertikal yang jauh lebih panjang
dari potongan horisontalnya, contoh ikan kakap (Lates calacarifer), kerapu
(Ephinephelus spp.), bawal (Pampus spp., Formio spp;) dsb., (4) bentuk pipih mendatar
melebar dengan ukuran potongan vertikal yang pendek dibandingkan dari potongan
horisontalnya, contoh ikan sebelah (Psettodidae), ikan lidah (Cynoglossus spp.,
Pleuronectus spp.) ikan pari (Trigonidae) dsb., (5) bentuk ular, contoh : ikan malung
(Muraenesox cinereus), belut laut dsb.
Daging atau otot ikan karena kandungan zat gizinya adalah merupakan bagian tubuh
ikan yang lazim menjadi target untuk dikonsumsi. Komposisi kimiawi daging ikan segar
secara umum terdiri dari 16-24 % protein, 0,5-10,5 % lemak, 1-1,7% mineral dan 64-
81% air. Komposisi inilah yang menyebabkan daging ikan segar menjadi media yang
baik untuk pertumbuhan mikroba (jasad renik), dimana mikroba mencerna atau
mengurai zat gizi tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menyebabkan
daging ikan menjadi rusak atau busuk. Oleh karena itu tujuan utama penanganan ikan
segar adalah mencegah terjadinya hal ini. Komposisi kimiawi daging ikan tergantung
tergantung antara lain kepada jenis ikan, kematangan atau kedewasaan dan musim.

Salah satu bentuk protein daging ikan adalah berupa enzim yang meskipun jumlahnya
hanya sedikit tetapi berperan penting mengurai komposisi daging ikan pada saat ikan
hidup melakukan gerakan di air. Bagian komposisi daging ikan yang berperan dalam
pergerakan otot ikan hidup adalah glikogen otot, suatu bentuk senyawa gula
sederhana yang dikandung otot daging dalam jumlah sedikit sebagai cadangan energi.
Pada ikan hidup hasil uraian glikogen oleh enzim menghasilkan energi untuk gerakan
otot dengan limbah berupa asam laktat, air dan CO2. Limbah ini secara aerob diproses
dan dibuang keluar tubuh ikan melalui respirasi dan urin ikan. Apabila ikan mati, proses
ini terjadi secara anaerob dan kerja enzim menjadi tak terkendali dalam mengurai
glikogen otot yang ada didalam daging menghasilkan energi berupa ketegangan otot
daging ikan sehingga tubuh ikan menjadi kaku – sulit/tidak dapat dilipat yang lazim
disebut sebagai keadaan rigormortis. Limbahnya terutama asam laktat akan tertimbun
didalam otot daging sehingga menaikkan keasamannya. Lamanya rigormortis
tergantung persediaan glikogen pada otot daging ikan dimana semakin banyak
persediannya (berarti ikan tidak dalam keadaan lelah saat mati) semakin lama ikan
dalam kondisi rigormortis. Untuk keperluan handling yang perlu difahami disini adalah
sejak ikan mati sampai dengan selesainya keadaan rigormortis proses kerusakan
daging oleh mikroba pembusuk tidak terjadi, karena selama keadaan tersebut
tingkat keasaman daging ikan tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk.
Setelah proses rigormortis selesai terjadi penurunan keasaman daging karena
menurunnya kadar asam laktat, sehingga segera mencapai tingkat keasaman yang
sesuai bagi pertumbuhan mikroba pembusuk.

Bagian tubuh ikan hidup yang selalu mengandung mikroba adalah lendir di
permukaan kulit, insang dan isi perut, dimana setelah ikan mati bagian ini merupakan
pusat konsentrasi mikroba pengurai-pembusuk yang akan menyebar berpenetrasi ke
daging ikan melalui permukaan kulit yang luka, sistim pembuluh darah dan permukaan
bagian dalam dinding perut yang luka untuk mengurai/merubah komposisi kimiawi
daging sehingga ikan menjadi menurun mutunya sampai menjadi busuk. Khusus untuk
isi perut ikan, selain mikroba juga mengandung enzim-enzim pencerna protein, lemak
dsb sehingga harus dijaga jangan sampai pecah selama penanganannya agar enzim-
enzim tersebut tidak merusak dinding perut ikan bagian dalam yang selanjutnya juga
merusak daging ikannya.
Perubahan fisik ikan yang terjadi pada proses kematian ikan karena diangkat dari air
atau tercekik adalah :
- Saat proses kematian akan keluar lendir dipermukaan tubuh ikan dengan jumlah
yang berlebihan dan ikan akan mengelepar mengenai benda disekelilingnya. Apabila
benda yang terkena benturan ikan cukup keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan
menjadi memar dan luka-luka.
- Selanjutnya setelah ikan mati secara perlahan-lahan akan mengalami kekakuan
tubuh (rigormortis) yang diawali dari ujung ekor menjalar kearah bagian kepalanya.
Lama kekakuan ini tergantung dari tingkat kelelahan ikan pada saat kematiannya.
- Setelah proses rigormortis selesai, kerusakan ikan akan mulai terlihat berupa
perubahan-perubahan : berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya
warna insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, untuk ikan bersisik
menjadi lebih mudah lepas sisiknya dan kehilangan kecemerlangan warna ikan, bau
berubah dari segar menjadi asam.
- Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya
tingkat penurunan mutu ikan, sampai yang terakhir ikan menjadi tidak layak untuk
dikonsumsi manusia atau busuk.
Menilai kesegaran ikan yang paling mudah adalah menggunakan metode indrawi atau
organoleptik dengan mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan
mutu dagingnya, seperti warna/rupa, rasa, kekenyalan dan kekompakan daging, kondisi
mata, kondisi insang, dinding perut, bau atau aroma. Berikut ini ciri-ciri indrawi ikan
segar dan penyimpangan dari ciri tersebut menunjukkan telah terjadinya penurunan atau
perubahan mutunya. Ciri-ciri indrawi ikan segar :
- Rupa dan warna: mata masih jernih, warna merah insang, kecemerlangan kulit/sisik
dan warna putih-merah dagingnya spesifik jenis ikan dalam keadaan segar dan
bersih.
- Bau: segar spesifik jenis dan mempunyai bau rumput laut segar.
- Daging elastis (kenyal), padat dan kompak, apabila dicicip berasa netral dan sedikit
manis.
Prinsip mencegah atau menghambat kerusakan ikan oleh faktor komposisi fisik dan
kimiawi ikan adalah :
- Memberi perlakuan suhu rendah terhadap ikan segera setelah ditangkap atau
dipanen, karena proses enzimatis dan aktifitas mikroba pengurai daging akan sangat
dihambat pada suhu mendekati 0°C (3 s/d 5°C). Suhu rendah ikan ini harus
dipertahanlan selama pencucian, penyiangan, pengemasan, penyimpanan dan
distribusinya.
- Mempercepat dan mempermudah kematian ikan segera setelah diangkat dari air
dengan cara mendinginkannya dalam air es dingin atau segera memukul kepalanya
tepat dibagian otak khsus untuk ikan berukuran besar seperti tuna, layaran dsb yang
ditangkap dengan pancing (rawe atau long-line)
- Khusus untuk ikan berukuran besar diikuti dengan pembuangan darah ikan
(bleeding), karena darah merupakan media penyebaran mikroba pembusuk dari
insang ke daging ikan melalui pembuluh darah ikan.
- Menyiangi dengan membuang insang dan isi perut ikan sebagai pusat konsentrasi
mikroba alami.
- Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati dan disiangi, dengan tujuan
membersihkan lendir dipermukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat
konsentrasi mikroba pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan, dan sisa-sisa
darah selama proses penyiangan.
Kontaminasi adalah penularan kotoran, mikroba pembusuk atau patogen (penyebab
penyakit) dan bahan kimia berbahaya ke tubuh ikan yang berasal dari lingkungan
disekelilingnya saat masih hidup, saat ditangani diatas kapal dan didarat, sehingga ikan
yang tertular menjadi tercemar dan tidak layak lagi untuk dikonsumsi meskipun
kondisinya segar.

Prinsip untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara lain :
- Menangkap / memelihara ikan di perairan yang tidak tercemar oleh kotoran, mikroba
pembusuk atau patogen (penyebab penyakit) dan bahan kimia berbahaya.
- Menggunakan air bersih dengan standar air bahan baku untuk diminum untuk
mencuci dan mengemas ikan, mencuci peralatan dan bangunan di tempat-tempat
melakukan penanganan ikan.
- Menggunakan es yang dibuat dari air bersih, disimpan, diangkut dan dihancurkan
dengan peralatan yang bersih.
- Menggunakan bahan pengemas, peralatan dan bangunan yang bersih, dimana
permukaannya yang bersentuhan langsung dengan ikan harus cukup halus dan
bersih, serta mudah dibersihkan.
- Melindungi ikan dengan menempatkannya dalam wadah yang terlindung dari
serangga, binatang pengerat
- Memisahkan wadah ikan yang berbeda jenis dan mutunya.
- Menyiapkan wadah-wadah untuk penampung limbah cair atau padat sesuai dengan
rencana pengelolaannya. Wadah-wadah yang digunakan untuk menampung limbah
padat dan saluran-saluran penampung limbah cair harus dalam keadaan tertutup
agar tidak dihinggapi serangga pencemar (lalat, kecoa dsb.).
- Mencuci semua peralatan dan bangunan (permukaan lantai, dinding, wastafel)
tempat menangani ikan setiap kali pekerjaan penanganan ikan akan dimulai dan
setelah diakhiri.
Tekanan dan benturan fisik yang dialami ikan selama penangkapan dan penanganan-
nya diatas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan dapat menyebabkan kerusakan fisik
pada tubuh ikan seperti dagingnya memar, tubuhnya luka, perutnya pecah dsb. Tekanan
dan benturan fisik atas ikan harus dihindari pada tahapan-tahapan kegiatan
penanganan ikan di atas kapal dan di pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan
perikanan. Prinsip cara menghindarinya antara lain :
- Memahami tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap ikan dan di
pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan.
- Menyiapkan peralatan dan perlengkapan handling yang cocok dengan jenis-ukuran
ikan dan kondisi tempat penanganan dengan jumlah cukup. antara lain meliputi
wadah dan peralatan bongkar muat ikan yang memudahkan pelaksanaan pekerjaan
pemindahan, pengangkutan dan penyimpanan ikan.
- Setiap saat melakukan pemindahan ikan agar selalu berusaha mencegah atau
melindungi ikan dari perlakuan kasar atau tekanan fisik yang dapat melukai ikan atau
membuat dagingnya memar. Oleh karena itu harus diusahakan seminimal mungkin
melakukan pemindahan ikan


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com