Rabu, 04 November 2009

PROSEDUR DARURAT DAN KESELAM ATAN PELAYARAN

Peraturan Internasional Pencegahan Tubrukan di Laut


Sebelum Peraruran International Mencegah Tubrukan di Laut (PIMTL) tahun 1972 diberlakukan secara Internasional sesungguhnya sudah ada aturan-aturan tertentu yang bermaksud untuk mencegah tubrukan di laut, tetapi tak satupun yang tertulis dan berlaku secara nasional apalagi secara internasional sampai akhir abad 18.


Kemudian baru pada tahun 1940, London Trinity House mengeluarkan peraturan untuk mencegah tubrukan di laut, dan peraturan ini di syahkan oleh Parlemen Inggris pada tahun 1946. Peraturan ini hanya diberlakukan terbatas di Inggris saja, terdiri dari 2 buah peraruran yaitu :


a. Yang pertama mengatur mengenai 2 (dua) buah kapal uap yamh berpapasan di perairan sempit, harus berpapasan melewati lambung kirinya masing-masing.


b. Yang kedua mengatur mengenai 2 (buah) kapal uap yang saling berpotongan (haluan berbeda), untuk menghindari bahaya tubrukan masing-masing kapal harus merubah haluan ke kanan sehingga masing-masing kapal melewati dengan lambung kirinya masing- masing.


Kedua buah aturan tersebut diatas berlaku bagi kapal uap, dijadikan satu aturan dan menjadi Steam Navigation ACT of 1846. Dua tahun kemudian tahun 1948 ditambah satu aturan lain yaitu mengenai lampu/penerangan-penerangan, yakni kapal-kapal uap diharuskan membawa lampu lambung hijau dan merah maupun lampu tiang yang berwarna putih.


Selanjutnya pada tahun 1958 kapal layar juga diharuskan membawa lampu-lampu lambung. Disamping itu diperkenalkan pula isyarat kabut. Untuk kapal layar berbentuk terompet kabut atau genta, sedangkan untuk kapal uap berbentuk suling kabut


Aturan mencegah tubrukan yang baru, dikeluarkan oleh dewan Perdagangan Inggris setelah berkonsultasi dengan pemerintah Perancis dan diberlakukan tahun 1863. Selanjutnya pada tahun 1864 aturan ini, yang dikenal dengan ARTICLES, diikuti dan diakui oleh lebih dari 30 negara maritim di dunia, termasuk Amirika dan Jerman. Inilah aturan pertama yang berlaku secara Internasional, walaupun penyusunannya tidak secara Internasional.


Pada tahun 1889 atas inisiatif dan undangan dari pemerintah Amerika Serikat Konperensi Laut Internasional yang pertama diadakan yang khusus mem bahas masalah pencegahan tubrukan di laut diadakan di Washington.


Konperensi Internasional kedua diadakan di Brusel pada tahun 1910 ini sebagai tindak lanjut dari konperensi Washington dan memberlakukan segala peraturan yang telah dikeluarkan sampai dengan tahun 1954.


Pada tahun 1929 konperensi Internasional mengenai SOLAS mengusulkan adanya beberapa perubahan kecil mengenai aturan yang dikeluarkan tahun 1910, tetapi tidak pernah diratifiser. Perubahan dan perbaikan-perbaikan kecil lainnya dilakukan dalam komponen Internasional tentang SOLAS pada tahun 1948. Disini diperkenalkan adanya lampu tiang kedua bagi kapal-kapal yang panjangnya 150 kaki atau lebih. Juga diharuskan memasang lampu buritan yang tetap, serta diperkenalkan isyarat perhatian berupa paling sedikit 5 tiup pendek dan secara cepat.


Aturan yang setelah mengalami perubahan-perubahan tersebut berlaku mulai tahun 1954. Selanjutnya dengan adanya kemajuan teknologi, yakni dengan dioperasikannya Radar di kapal, maka aturan baru harus segara diadakan.


Pada tahun 1960, atas inisiati IMCO (Inter Govermental Maritime Consultative Organization) diadakanlah konperensi Internasional mengenai SOLAS di London.


Didalam konperensi itu didetujui adanya paragraf baru yang harus ditambahkan mengenai Olah Gerak Kapal dalam daerah nampak terbatas agar didapatkan tindakan sedini mungkin untuk menghindari situasi terlalu dekat dengan kapal lain yang berada diarah lebih ke depan dari arah melintang. Rekomendasi mengenai penggunaan Radar di cantumkan dalam Annex Aturan tersebut dan aturan ini berlaku pada tahun 1965.


Selanjutnya pada tanggal, 4 sampai 20 Oktober 1972 diadakanlah konperensi lagi mengenai pencegahan tubrukan di laut dan terutama masalah penggunaan Radar telah dimaksukan dalam salah satu aturan lagi. Bukan lagi skedar rekomendasi ini menghasilkan COLLISION REGULATION ( COLLREG) 1972 yang berlaku sejak 1977.


Penyempurnaan mengenai Collreg 72 diadakan lagi dalam bentuk konvensi-konvensi Internasional atas inisiatif IMO pada Nopember 1981 dan menciptakan aturan-aturan baru, dan diberlakukan mulai tanggal, 1

Juni 1983.


BAGIAN A - UMUM

PEMBERLAKUAN



Aturan 1


a. Aturan-aturan ini berlaku bagi semua kapal di laut kepas dan di semua perairan yang berhubungan dengan laut yang dapat dilayari oleh kapal-kapal laut.


b. Tidak ada suatu apapun dalam aturan-aturan ini yang menghalangi berlakunya peraturan-peraturan khusus ysng dibuat oleh penguasa yang berwenang, untuk alur pelayaran, pelabuhan, sungai, danau atau perairan pedalaman yang berhubungan dengan laut dan dapat dilayari oleh kapal laut. Aturan-aturan khusus demikian itu harus semirip mungkin dengan aturan-aturan ini.


c. Tidak ada suatu apapun dalam aturan-aturan ini yang akan menhalangi berlakunya aturan-aturan khusus yang manapun yang dibuat oleh pemerintah Negara manapun berkenaan dengan tambahan kedudukan atau lampu-lampu isyarat, sosok-sosok benda atau isyarat-isyarat suling untuk kapal-kapal perang dan kapal-kapal yang berlayar dalam iring-iringan atau lampu-lampu Isyarat, atau sosok-sosok benda untuk kapal-kapal ikan yang sedang menangkap ikan dalam satuan armada.


Pertanggungan Jawab


Aturan 2


a. Tidak ada suatu apapun dalam aturan aturan ini akan membebaskan pertanggungan jawab kapal, atrau pemiliknya, Nakhoda atau Awak kapalnya, atas kelalaian untuk memenuhi Aturan-aturan ini atau atas kelalaian terhadap tindakan berjaga-jaga yang layak menurut kebiasaan pelaut atau oleh keadaan-keadaan khusus terhadap persoalan yang ada


b. Dalam mengaerikan dan memenuhi Aturan-aturan ini, harus memperhatikan semua bahaya navigasi dan bahaya tubrukan serta keadaan khusus, termasuk keterbatasan kapal yang bersangkutan, yang dapat memaksa menyimpang dari Aturan-aturan ini, untuk menghindari bahaya yang mendadak


BAGIAN B

Seksi 1

SIKAP KAPAL DALAM SETIAP KONDISI PENGLIHATAN

Pemberlakuan

Aturan 4


Aturan-aturan dalam seksi ini berlaku dalam setiap kondisi penglihatan


Pengamatan Keliling



Aturan 5


Setiap kapal harus selalu mengadakan pengamatan keliling yang layak dengan penglihatan dan pendengaran maupun mempergunakan semua peralatan yang tersedia dalam keadaan-keadaan dan kondisi-kondisi yang ada, sehingga dapat memperhitungkan benar-benar terhadap situasi dan bahaya tubrukan


Kecapatan Aman


Aturan 6


Setiap kapal harus selalu bergerak dengan kecepatan aman, sehingga dapat mengambil tindakan yang layak dan efektif untuk menghindari tubrukanserta dapat diberhentikandalam jarak sesuai dengan kondisi dan keadaan yang ada.

Dalam menentukan kecepatan aman, faktor-faktor berikut harus diperhitungkan antara lain :

a. Oleh semua kapal :

i. Keadaan penglihatan.

ii. Kepadatan lalu lintas, termasuk pemusatan kapal-kapal ikan atau kapal-kapal lain.

iii. Kemampuan olah gerak khususnya yang berhubungan dengan jarak henti dan kemampuan berputar dakam kondisi yang ada.

iv. Pada malam hari adanya cahaya latar belakangmisalnya dari penerangan di darat atau dari pantulan penerangannya sendiri.

v. Keadaan angin, laut dan arus, dan bahaya navigasi yang ada disekitarnya.

vi. Sarat sehubungan dengan kedalaman air yang ada.


b. Sebagai tambahan, bagi kapal-kapal yang dilengkapi dengan radar yang bekerja dengan baik.

i. Ciri-ciri, efisiensi dan keterbatasan pesawat radar

ii. Setiap pembatasan yang disebabkan oleh skala jarak yang dipergunakan.

iii. Pengaruh keadaan laut, cuaca dan sumber interferensi lain pada deteksi radar.

iv. Kemungkinan bahwa kapal-kapal kecil, es dan benda-benda terapung lainnya tidak dapat dideteksioleh radar pada jarak yang cukup.

v. Jumlah, posisi dan pergerakan kapal-kapal yang dideteksi radar.

vi. Berbagai penilaian penglihatan yang lebih pasti yang mungkin didapat bila radar digunakan untuk menentukan jarak kapal-kapal atau benda-benda lain disekitarnya.


Bahaya Tubrukan


Aturan 7


a. Setiap kapal harus menggunakan semua peralatan yang tersedia sesuai dengan keadan dan kondisi yang ada, untuk menentukan ada dan tidaknya bahaya tubrukan. Jika ada keragu-raguan, maka bahaya demikian itu harus dianggap ada


b. Pesawat radar harus digunakan setepat-tepatnya, jika ada dan dioperasikan dengan baik termasuk penelitian jarak jauh untuk mendapatkan peringatan awal dari bahaya tubrukan dan radar plotting atau pengamatan sistematis yang serupa atas benda-benda yang dideteksi


c. Perkiraan-perkiraan tidak boleh dibuat atas dasar keterangan yang kurang sesuai, terutama yang berkenaan dengan keterangan radar.


d. Dalam menentukan bahaya tubrukan diantaranya harus dipertimbangkan keadaan berikut ini :

i. Bahaya demikian harus dianggap ada, jika baringan pedoman kapal yang mendekat, tidak menunjukkan perubahan yang berarti. ii. Bahaya demikian itu kadang-kadang terjadi walaupun perubahan baringan nyata, terutama bilamana mendekati sebuah kapal yang besar atau tundaan atau bilamana mendekati suatu kapal pada

jarak dekat.


Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan


Aturan 8


a. Setiap tindakan yang diambil untuk menghindari tubrukan jika keadaan mengijinkan, harus tegas, dil;akukan pada waktu yang cukup dengan mengingat kecakapan pelaut yang baik

b. Setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan yang dilakukan untu menghindari tubrukan, jika keadaan mengijinkan harus cukup besar sehingga segera jelas bagi kapal lain yang mengamatinya secara visual atau dengan radar, perubahan –perubahan kecil pada haluan dan/atau kecepatan secara beruntun harus dihindari.


c. Jika ruang gerak dilaut cukup, perubahan hakuan saja mungkin tindakan yang paling tepat untuk menghindari situasi yang terlalu dekat, dengan ketentuan perubahan itu dilakukan pada saat yang tepat, nyata dan tidak menimbulkan situasi terlalu dekat dengan yang lain.


d. Tindakan yang lain untuk menghindari tubrukan dengan kapal lainharus sedemikian rupa, sehingga menghasilkan pelewatan pada jarak yang aman.

Ketepatan tindakan harus diperiksa dengan seksama, sampai kapal lain dilewati dan bebas.


e. Untuk menghindari tubrukan atau untuk memberikan waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, jika perlu kapal mengurangi kecepatan atau menghilangkan laju sama sekali dengan memberhentikan atau memundurkan alat penggeraknya


Alur Pelayaran Sempit



Aturan 9


a. Kapal yang berlayar mengikuti air pelayaran sempit atau alur pelayaran harus mempertahankan jarak sedekat mungkin dengan batas luar alur pelayaran atau air pelayaran sempit yang berada dilambung kanannya, selama masih aman dan dapat dilaksanakan




b. Kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter atau kapal layar tidak boleh merintangi jalannya kapal lain yang dapat berlayar dengan aman di alur pelayaran atau air pelayaran sempit


c. Kapal yang sedang menangkap ikan tidak boleh merintangi jalannya setiap kapal lain yang sedang berlayar di alur pelayaran atau air pelayaran sempit.


d. Kapal tidak boleh memotong alur pelayaran atau air pelayaran sempit, jika merintangi jalannya kapal yang hanya dapat berlayar dengan aman dalam air pelayaran sempit atau alur pelayaran demikian itu

e. (i) Didalam air pelayaran sempit atau alur pelayaran, penyusulan dapat dilaksanakan, hanya jika kapal yang disusul itu melakukan tindakan untuk memungkinkan penglewataan dengan aman, kapal yang bermaksud menyusul harus menyatakan maksudnya dengan membunyikan isyarat yang diatur dalam aturan 34 (c). (i).


Kapal yang disusul, jika telah setuju harus memperdengarkan isyarat yang sesuai seperti diatur dalam aturan 34 (c). (ii). dan mengambil langkah untuk melakukan penglewatan aman. Jika ragu-ragu ia boleh memperdengarkan isyarat-isyarat sesuai yang diatur dalam aturan 34 (d)


(ii). Aturan ini tidak membebaskan kapal yang menyusul dari kewajibannya yang diatur dalam aturan 13.


f. Kapal yang mendekati tikungan atau daerah air pelayaran atau alur pelayaran, dimana kapal-kapal lain mungkin terhalang penglihatannya oleh rintangan, harus berlayar dengan penuh kewaspadaan dan hati- hati, serta memperdengarkan isyarat yang diatur dalam aturan 34 (e).


g. Setiap kapal, jika keadaan mengijinkan, menghindari berlabuh jangkar didalam air pelayaran sempit.


Seksi 11

SIKAP KAPAL DALAM KEADAAN SALING MELIHAT

Pemberlakuan


Aturan 11


Aturan-aturan dalam seksi ini berlaku bagi kapal-kapal dalam keadaan saling melihat


Kapal Layar


Aturan 12


a. Bilamana dua kapal layar saling mendekati, sehingga mengakibatkan bahaya tubrukan, satu diantaranya harus menghindari yang lain sebagai berikut :

i. Bilamana masing-masing mendapat angin pada lambung yang berlainan, maka kapal yang mendapat angin pada lambung kiri harus menghindari kapal yang lain.

ii. Bilamana keduanya mendapatkan angin dari lambung yang sama, maka kapal yang berada di atas angin harus menghindari kapal yang berada dibawah angin.

iii. Jika kapal mendapat angin pada lambung kiri melihat kapal berada di atas angin dan tidak dapat memastikan apakah kapal lain itu mendapat angin dari lambung kiri atau kanannya, ia harus menghindari kapal yang lain itu.


b. Untuk mengartikan aturan ini, sisi di atas angin ialah sisi yang berlawanan dengan sisi dimana layar utama berada atau dalam hal kapal dengan layar persegi, sisi yang berlawanan dengan sisi dimana layar muka belakang yang terbesar di pasang.


Penyusulan


Aturan 13


a. Lepas dari apapun yang tercantum dalam aturan-aturan bagian B Seksi I dan II , setiap kapal yang menyusul kapal lain, harus menyimpangi kapal yang disusul.


b. Kapal dianggap sedang menyusul, bilamana mendekati kapal lain dari jurusan lebih dari 22,5 derajat di belakang arah melintang, ialah dalam kedudukan sedemikian sehingga terhadap kapal yang menyusul itu, pada malam hari ia dapat melihat hanya penerangan buritan, tetapi tidak satupun penerangan-penerangan lambungnya.


c. Bilamana sebuah kapal ragu-ragu apakah ia sedang menyusul kapal lain, ia harus menganggap bahwa demikian halnya dan bertindak sesuai dengan itu.


d. Setiap perubahan baringan selanjutnya antara kedua kapal itu tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang menyusul sebagai kapal yang menyilang, dalam pengertian Aturan-aturan ini atau membebaskan dari kewajibannya untuk tetap bebas dari kapal yang sedang menyusul itu sampai akhirnya lewat dan bebas.


Situasi Berhadapan



Aturan 14


a. Bilamana dua buah kapal tenaga sedang bertemu dengan haluan berhadapan atau hampir berhadapan, sehingga mengakibatkan bahaya tubrukan, masing-masing kapal harus merubah haluannya ke kanan, sehingga saling berpapasan pada lambung kirinya.


b. Situasi demikian itu dianggap ada, bilamana sebuah kapal melihat kapal lain tepat atau hampir tepat di depannya dan pada malam hari ia dapat melihat penerangan tiang kapal lain segaris atau hampir

segaris dan/atau kedua penerangan lambung dan pada siang hari dengan memperhatikan penyesuaian sudut pandangan dari kapal lain.


c. Bilamana sebuah kapal ragu-ragu, apakah situasi demikian itu ada, ia harus menganggap demikian halnya dan bertindak sesuai dengan keadaan itu.


Situasi Bersilangan



Aturan 15


Bilamana dua buah kapal tenaga bersilangan sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal yang disebelah kanannya terdapat kapal lain harus menyimpang dan jika keadaan mengijinkan menghindari memotong di depan kapal lain itu.


Tindakan Kapal Yang Minyilang



Aturan 16


Setiap kapal yang oleh Aturan-aturan ini diwajibkan menyimpangi kapal lain, sepanjang keadaan memungkinkan, harus mengambil tindakan dengan segera dan nyata untuk dapat bebas dengan baik.


Tindakan Kapal Yang Bertahan


Aturan 17


a. (i) Apabila salah satu dari kedua kapal diharuskan menyimpang, maka kapal yang lain harus mempertahankan haluan dan kecepatannya.


(ii) Bagaimanapun juga, kapal yang disebut terakhir ini boleh bertindak untuk menghindari tubrukan dengan olah geraknya sendiri, segera setelah jelas baginya, bahwa kapal yang diwajibkan menyimpang itu tidak mengambil tindakan yang sesuai dalam memenuhi Aturan-aturan ini.


b. Bilamana oleh sebab apapun, kapal yang diwajibkan mempertahankan haluan dan kecepatannya mengetahui dirinya berada terlalu dekat, sehingga tubrukan tidak dapat dihindari dengan tindakan oleh kapal yang menyimpang itu saja, ia harus mengambil tindakan sedemikian rupa, sehingga merupakan bantuan yang sebaik-bauknya untuk menghindari tubrukan.

c. Kapal tenaga yang bertindak dalam situasi bersilangan sesuai dengan sub paragraf (a).(ii) Aturan ini, untuk menghindari tubrukan dengan kapal tenaga yang lain, jika keadaan mengijinkan, tidak boleh merubah haluan ke kiri untuk kapal yang berada di lambung kirinya.


d. Aturan ini tidak membebaskan kapal yang menyimpang dari kewajibannya untuk menghindari jalannya kapal lain.


Tanggung Jawab Diantara Kapal-Kapal



Aturan 18


Kecuali dalam Aturan-aturan 9, 10 dan 13 disyaratkan lain :


a. Kapal tenaga yang sedang berlayar harus menghindari jalannya :

i. Kapal yang tidak dapat dikendalikan

ii. Kapal yang terbatas kemampuan Olah Geraknya iii. Kapal yang sedang menangkap ikan

iv. Kapal layar


b. Kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari jalannya :

i. Kapal yang tidak dapat dikendalikan

ii. Kapal yang terbatas kemampuan Olah Geraknya iii. Kapal yang sedang menangkap ikan


c. Kapal yang sedang menangkap ikan sedang berlayar, sedapat mungkin harus menghindari jalannya :

i. Kapal yang tidak dapat dikendalikan

ii. Kapal yang terbatas kemampuan Olah Geraknya


d. (i) Setiap kapal, selain kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal yang terbatas kemampuan Olah Geraknya, jika keadaan mengijinkan, harus menghindari merintangi pelayaran aman dari kapal yang terkekang oleh saratnya yang sedang memperlihatkan isyarat-isyarat di Aturan 28.


e. (ii) Pesawat terbang laut di air, pada umumnya harus membebaskan diri dari semua kapal, dan menghindari untuk merintangi pelayaran mereka. Bagaimanapun juga dalam keadaan bilamana terjadi bahaya tubrukan, ia harus memenuhi Aturan-aturan dalam bagian ini


Perlengkapan Bagi Isyarat-isyarat Bunyi



Aturan 33


a. Kapal yang panjangnya 12 meter atau lebih, harus dilengkapi dengan suling dan genta. Dikapal yang panjangnya 100 meter atau lebih sebagai tambahan harus dilengkapi dengan gong yang nada dan bunyinya tidak dapat menimbulkan kekeliruan dengan genta.


Suling, genta dan gong karus memenuhi perincian-perincian dalam ketentuan Tambahan III peraturan ini. Genta atau gong atau kedua- duanya boleh diganti dengan alat lain yang menghasilkan bunyi yang ciri-cirinya sama dengan ketentuan bahwa alat tersebut harus selalu mungkin dibunyikan dengan tangan.


b. Kapal yang panjangnya kurang dari 12 meter tidak diwajibkan memasang alat-alat isyarat bunyi yang diatur dalam paragraf (a) dari Aturan ini, tetapi jika tidak ia harus dilengkapi dengan alat lain yang menghasilkan bunyi yang efisien.


Isyarat-isyarat Olah Gerak dan Isyarat-isyarat Peringatan


Aturan 34


a. Bilamana kapal-kapal dalam keadaan saling melihat, kapal tenaga sedang berlayar, bilamana berolah gerak sebagaimana diperbolehkan atau diwajibkan oleh Aturan-aturan ini, harus menunjukan Olah Geraknya dengan isyarat-isyarat pada suling sebagai berikut :

- Satu tiup pendek berarti “saya sedang merubah haluan saya ke kanan“

- Dua tiup pendek berarti “saya sedang merubah haluan saya ke kiri“

- Tiga tiup pendek berarti “ saya sedang menggerakan mesin mundur “


b. Setiap kapal boleh menambah isyarat suling yang diatur dalam paragraf (a) Aturan ini dengan isyarat-isyarat cahaya, berulang-ulang seperlunya, sementara Olah gerak itu dilaksanakan :

c.

i. isyarat-isyarat cahaya ini mempunyai pengertian sebagai berikut :

- Satu Cerlang berarti“saya sudah merubah haluan saya kekanan”

- Dua Cerlang berarti “ saya sudah merubah haluan saya kekiri “

- Tiga Cerlang berarti “saya sedang menggerakkan mesin mundur “


ii. Lamanya waktu setiap cerlang kira-kira satu detik, selang waktu antara cerlang-cerlang itu kira-kira satu detik dan selang waktu antara isyarat-isyarat yang berurutan tidak lebih dari sepuluh detik.


iii. Penerangan yang digunakan untuk isyarat ini, jika dipasang harus berupa penerangan putih keliling, dapat kelihatan pada jarak paling sedikit 5 mil dan memenuhi ketentuan-ketentuan dari ketentuan tambahan dari peraturan ini.


d. Bilamana saling melihat dalam perairan sempit atau alur pelayaran :

i. Kapal yang bermaksud menyusul kapal lain, dalam memenuhi aturan 9 (e).(i), harus menunjukkan maksudnya dengan isyarat berikut dengan suling ;


ii.- Dua tiup panjang diikuti dengan satu tiup pendek berarti “

saya bermaksud menyusul melewati lambung kanan anda

“.

- Dua tiup panjang diikuti dua tiup pendek berarti “ saya bermaksud menyusul melewati lambung kiri anda “.



iii. Kapa l yang akan disusul bilaman bertinda sesuai dengan aturan

9 (e).(i), harus menunjukkan persetujuannya dengan isyarat berikut ini dengan suling ;

- Satu tiup panjang, satu tiup pendek, satu tiup panjang,

satu tiup pendek, menurut keperluan itu.


e. Bilamana kapal saling melihat sedang mendekati satu sama lain, dan oleh alasan apapun, salah satu kapal tidak mengerti maksud atau tindakan kapal lain, atau ragu-ragu apakah tindakan yang dilaksanakan kapal lain cukup untuk menghindari tubrukan, kapal yang ragu-ragu itu harus segera menunjukkan keragu-raguannya dengan memberikan isyarat sekurang-kurangnya lima tiup pendek dan cepat dengan suling. Isyarat demikian dapat ditambah dengan isyarat cahaya yang terdiri dari lima cerlang pendek dan cepat.


f. Kapal yang sedang mendekati tikungan atau daerah alur pelayaran atau air pelayaran sempit, dimana kapal-kapal lain terhalang oleh rintangan, harus membunyikan satu tiup panjang.


Isyarat demikian harus dijawab dengan tiup panjang oleh setiap kapal yang sedang mendekati yang mungkin berada pada jarak pendengaran disekitar tikungan atau dibelakang rintangan.


g. Jika suling kapal dipasang dengan jarak antara lebih dari 100 meter, maka hanya satu suling saja yang dipergunakan untuk memberikan isyarat olah gerak dan isyarat peringatan.


Menerapkan Prosedur Darurat


Kecelakaan dapat terjadi pada kapal-kapal baik dalam pelayaran, sedang berlabuh atau sedang melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan

/terminal meskipun sudah dilakukan usaha/upaya yang kuat untuk menghindarinya.


Manajemen harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam, Healt and Safety Work Act, 1974 untuk melindungi pelaut/pelayar dan mencegah resiko-resiko dalam melakukan suatu aktivitas diatas kapal terutama menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja, baik dalam keadaan normal maupun darurat.


Suatu keadaan darurat biasanya terjadi sebagai akibat tidak bekerja normalnya suatu sistim secara prosedural ataupun karena gangguan alam.


Prosedur adalah suatu tata cara atau pedoman kerja yang harus diikuti dalam melaksanakan suatu kegiatan agar mendapat hasil yang baik.


Keadaan darurat adalah keadaan yang lain dari keadaan normal yang mempunyai kecenderungan atau potensi tingkat yang membahayakan baik bagi keselamatan manusia, harta benda, maupoun lingkungan.


Jadi Prosedur Keadaan Darurat adalah tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat, dengan maksud untuk mencegah atau mengurangi kerugian lebih lanjut atau semakin besar.


Menggunakan peralatan keselamatan kerja di atas kapal sangat dibutuhkan agar segala sesuatu kecelakaan tidak banyak korbannya, dan setiap orang yang bekerja mengalami kondisi yang aman kalau terjadi kecelakaan prosentasenya sangat rendah. Peralatan keselamatan kerja itu antara lain :

x Masker dipakai untuk meghindari bau tdk sedap, bahkan pada kondisi kebakaran yang mengeluarkan asap masker dibutuhkan

x Baju tahan api, tahan hujan dan panas sinar matahari,

x Sarung tangan, sepatu

x Cutter dlsb.


Jenis-jenis Keadaan Darurat


Kapal laut sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu, akan mengalami berbagai problematik yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti cuaca, keadaan alur pelayaran, manusia, kapal dan lain-lain yang belum dapat diduga oleh kemampuan manusia dan akhirnya menimbulkan gangguan pelayaran dari kapal


Gangguan pelayaran pada dasarnya dapat berupa gangguan yang dapat langsung diatasi, bahkan perlu mendapat bantuan langsung dari pihak tertentu, atau gangguan yang mengakibatkan Nakhoda dan seluruh anak buah kapal harus terlibat baik untuk mengatasi gangguan tersebut serta harus meninggalkan kapal


Keadaan gangguan pelayaran tersebut sesuai situasi dapat dikelompokan menjadi keadaan darurat yang didasarkan pada jenis kejadian itu sendiri, sehingga keadaan darurat ini dapat disusun sebagai berikut :

a. Tubrukan

b. Kebakaran/ledakan c. Kandas

d. Kebocoran/tenggelam e. Orang jatuh ke laut

f. Pencemaran


Keadaan darurat di kapal dapat merugikan Nakhoda dan anak buah kapal serta pemilik kapal maupun lingkungan laut bahkan juga dapat menyebabkan terganggunya ekosistem dasar laut, sehingga perlu untuk memahami kondisi keadaan darurat itu sebaik mungkin guna memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengidentifikasi tanda-tanda keadaan darurat agar situasi tersebut dapat diatasi oleh Nakhoda dan anak buah kapal meupun kerja sama dengan pihak yang terkait.


Tubrukan


Keadaan darurat karena tubrukan kapal dengan kapal atau kapal dengan dermaga maupun dengan benda tertentu akan mungkin terdapat stuasi kerusakan pada kapal, korban manusia, tumpahan minyak kelaut (kapal tangki), pencemaran dan kebakaran.


Tata cara khusus dalam prosedur Keadaan Darurat yang harus dilakukan antara lain :

1. Bunyikan sirine bahaya (Emergency alarm sounded)

2. Menggerakan kapal sedemikian rupa untuk mengurangi pengaruh tubrukan

3. Pintu-pintu kedap air dan pintu-pintu kebakaran otomatis ditutup

4. Lampu-lampu deck dinyalakan

5. Nakhoda diberi tahu

6. Kamar mesin diberi tahu

7. VHF dipindah ke chanel 16

8. Awak kapal dan penumpang dikumpulkan di stasiun darurat

9. Posisi kapal tersedia di ruangan radio dan diperbarui bila ada perubahan

10. Setelah tubrukan got-got dan tangki-tangki di ukur.


Kebakaran/Ledakan


Kebakaran di kapal dapat terjadi dibergai lokasi yang rawan terhadap kebakaran, misalnya di kamar mesin, ruang muatan, gudang penyimpanan perlengkapan kapal, instalasi listrik dan tempat akomodasi Nakhoda dan anak buah kapal.


Sedangkan ledakan dapat terjadi karena kebakaran atau sebaliknya kebakaran terjadi karena ledakan, yang pasti kedua-duanya dapat menimbulkan situasi daruirat serta perlu untuk diatasi.


Keadaan darurat pada situasi kebakaran dan ledakan tentu sangat berbeda dengan keadaan darurat karena tubrukan, sebab pada situasi yang demikian terdapat kondisi yang panas dan ruang gerak terbatas dan kadang-kadang kepanikan atau ketidaksiapan petugas untuk bertindak mengatasi keadaan maupun peralatan yang digunakan sudah tidak layak atau tempat penyimpanan telah berubah.


Apabila terjadi kebakaran di atas kapal maka setiap orang di atas kapal yang pertama kali melihat adanya kebakaran wajib melaporkan kejadian tersebut pada mualim jaga di anjungan.


Mualim jaga akan terus memantau perkembangan upaya pemadaman kebakaran dan apabila kebakaran tersebut tidak dapat diatasi dengan alat pemadam portable dan dipandang perlu untuk menggunakan peralatan pemadam kebakaran tetap serta membutuhkan peran seluruh anak buah kapal, maka atas perintah Nakhoda isyarat kebakaran wajib dibunyikan dengan alarm atau bel satu pendek dan satu panjang secara terus menerus.


Tata cara khusus dalam prosedur Keadaan Darurat yang harus dilakukan antara lain :

1. Sirine bahaya dibunyikan (internal dan eksternal)

2. Regu-regu pemadam kebakaran yang bersangkutan siap dan mengetahui lokasi kebakaran

3. Ventilasi, pintu-pintu kebakaran otomatis, pintu-pintu kedap air ditutup

4. Lampu-lampu deck dinyalakan

5. Nakhoda diberi tahu

6. Kamar mesin diberi tahu

7. Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan


K a n d a s


Kapal kandas pada umumnya didahului dengan tanda-tanda putaran baling-baling terasa berat, asap dicerobong mendadak menghitam, badan kapal bergerak dan kecepatan kapal berubah kemudian berhenti mendadak.


Pada saat kapal kandas tidak bergerak, posisi kapal akan sangat tergantung pada permukaan dasar laut atau sungai dan situasi di dalam kapal tentu akan tergantung juga pada keadaan kapal tersebut.


Pada kapal kandas terdapat kemungkinan kapal bocor dan menimbulkan pencemaran atau bahaya tenggelam kalau air yang masuk ke dalam kapal tidak dapat diatasi, sedangkan bahaya kebakaran tentu akan dapat saja terjadi apabila bahan bakar atau minyak terkondisi dengan jaringan listrik yang rusak menimbulkan nyala api dan tidak terdeteksi sehingga menimbulkan kebakaran.


Kemungkinan kecelakaan manusia akibat kapal kandas dapat saja terjadi karena situasi yang tidak terduga atau terjatuh saat tarjadi perubahan posisi kapal.


Kapal kandas sifatnya dapat permanen dan dapat pula bersifat sementara tergantung pada posisi permukaan dasar laut atau sungai, ataupun cara mengatasinya sehingga keadaan darurat seperti ini akan membuat situasi di lingkungan kapal akan menjadi rumit.

Tata cara khusus dalam prosedur Keadaan Darurat yang harus dilakukan antara lain :

1. Stop mesin

2. Bunyikan sirine bahaya

3. Pintu-pintu kedap air ditutup

4. Nakhoda diberi tahu

5. Kamar mesin diberi tahu

6. VHF di pindahkan ke chanel 16

7. Tanda-tanda bunyi kapal kandas dibunyikan

8. Lampu dan sosok-sosok benda diperlihatkan

9. Lampu deck dinyalakan

10. Got-got dan tangki-tangki diukur/sounding

11. Kedalaman laut disekitar kapal diukur

12. Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan


Kebocoran / Tenggelam


Kebocoran pada kapal dapat terjadi karena kapal kandas, tetapi dapat juga terjadi karena tubrukan maupun kebakaran serta kulit pelat kapal kerena korosi, sehingga kalau tidak segera diatasi kapal akan segera tenggelam.


Air yang masuk dengan cepat sementara kemampuan mengatasi kebocoran terbatas, bahkan kapal menjadi miring membuat situasi sulit diatasi.


Keadaan darurat ini akan menjadi rumit apabila pengambilan keputusan dan pelaksanaannya tidak didukung sepenuhnya oleh seluruh anak buah kapal, karena upaya untuk mengatasi keadaan tidak didasarkan pada azas keselamatan dan kebersamaan.

Tata cara khusus dalam prosedur Keadaan Darurat yang harus dilakukan antara lain :

1. Bunyikan sirine bahaya (internal dan eksternal)

2. Siap-siap dalam keadaan darurat

3. Pintu-pintu kedap air ditutup

4. Nakhoda diberi tahu

5. Kamar mesin diberi tahu

6. Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada

7. Berkumpul di sekoci / rakit penolong (meninggalkan kapal) dengan dengarkan sirine tanda berkumpul untuk meninggalkan kapal, misalnya kapal akan tenggelam yang dibunyikan atas perintah Nakhoda

8. Awak kapal berkumpul di deck sekoci (tempat yang sudah ditentukan dalam sijil darurat)


Orang Jatuh ke Laut


Orang jatuh kelaut merupakan salah satu bentuk kecelakaan yang membuat situasi menjadi darurat dalam upaya melakukan penyelamatan. Pertolongan yang diberikan tidak mudah dilakukan karena akan sangat tergantung pada keadaan cuaca saat itu serta kemampuan yang akan memberi pertolongan, maupun fasilitas yang tersedia.


Dalam pelayaran sebuah kapal dapat saja terjadi orang jatuh kelaut, bila seorang awak kapal melihat orang jatuh kelaut, maka tindakan yang


harus dilakukan adalah berteriak “Orang Jatuh ke Laut” dan segera melapor ke Mualim Jaga.


Tata cara khusus dalam prosedur Keadaan Darurat yang harus dilakukan antara lain :


1. Lemparkan pelampung yang sudah dilengkapi dengan lampu apung dan asap sedekat orang yang jatuh

2. Usahakan orang yang jatuh terhindar dari benturan kapal dan baling- baling

3. Posisi dan letak pelampung diamati

4. Mengatur gerak tubuh menolong (bila tempat untuk mengatur gerak cukup disarankan menggunakan metode “ WILLIAMSON TURN “

5. Tugaskan seseorang untuk mengatasi orang yang jatuh agar tetap terlihat

6. Bunyikan 3 (tiga) suling panjang dan diulang sesuai kebutuhan

7. Regu penolong siap di sekoci

8. Nakhoda diberi tahu

9. Kamar mesin diberi tahu

10. Letak atau posisi kapal relatif terhadap orang yang jatuh di plot

11. Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan

0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com