Rabu, 11 November 2009

Pengelolaan Pakan Alami Untuk Usaha Pembenihan Ikan

I. Pendahuluan
Dewasa ini usaha budidaya ikan nampaknya semakin giat dilaksanakan baik secara intensifnya ataupun ekstensif. Disamping itu pengembangan skala usaha, jumlah, dan jenis ikan yang dibudidayakan semakin beragam,sasalah satunya adalah ikan patin. Hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pemenuhan pangan bergizi, khususnya ikan. Karenanya, produsen ikan khususnya para budidayawan dituntut untuk lebih mampu mengelola sistem-sistem produksi yang ada agar permintaan pasar dapat dipenuhi secara maksimal. Banyak sekali faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha budidaya ini, salah satunya berkaitan dengan penyediaan makanan yang dihubungkan dengan jenis ikan dan tingkat umurnya.
Jenis pakan secara umum yang dapat dikonsumsi oleh ikan terdiri atas 2 jenis, yakni pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah jasad-jasad hidup yang biasanya dari jenis plankton baik fito maupun zooplankton yang sengaja dibudidayakan untuk diberikan kepada ikan sesuai dengan kebutuhannya. Ketersediaan pakan alami merupakan faktor yang berperan penting dalam mata rantai budidaya ikan terutama pada fase benih. Kepentingan pakan alami sebagai sumber makanan ikan dapat dilihat antara lain (a) nilai nutrisinya yang relatif tinggi, (b) mudah dibudidayakan, (c) memiliki ukuran yang relatif sesuai dengan bukaan mulut ikan terutama pada stadia benih, (d) memiliki pergerakan yang memberikan rangsangan pada ikan untuk memangsanya, (e) memiliki kemampuan berkembangbiak dengan cepat dalam waktu yang relative singkat, sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu, (f) memerlukan biaya usaha yang relativ murah (Priyamboko, 2001).
Jenis pakan alami yang diberikan pada ikan seharusnya disesuaikan dengan stadia yang berhubungan dengan ukuran ikan. Dengan demikian maka akan terdapat klasifikasi jenis pakan alami yang diberikan. Pada budidaya intensif ikan patin pakan alami yang digunakan adalah artemia dan cacing tubifek.

II. Jenis Pakan Alami
a. Chlorella sp.
Chlorella sp. merupakan ganggang hijau renik bersel tunggal yang termasuk dalam divisio Thallophytha, subdivisio Algae, kelas Chlorophyceae, dan ordo Chlorococcales. Sel-selnya berdiri sendiri berbentuk bulat dan berukuran 3-8 mikron, Chlorella sp. tidak berbulu cambuk sehingga tidak dapat bergerak dengan aktif. Pada selnya terdapat satu buah inti sel dan satu kloroplas sehingga berwarna hijau cerah. Habitatnya terdapat di air tawar tetapi ada juga yang hidup di air asin.

Perkembangbiakannya dapat terjadi secara vegetatif (aseksual) maupun secara kawin (seksual). Pada perkembangbiakan vegetatif, sel-sel induk mengeluarkan zoospore yang dinamakan aplanospora. Dari satu sel induk dapat dihasilkan sampai 8 spora. Selain itu perkembangbiakan vegetatif juga dapat dilakukan dengan pembelahan sel induk menjadi dua buah sel anak.

b. Artemia
Artemia termasuk kedalam filum Arthopoda, kelas Crustacea, ordo Anacostraca dan famili Artemiidae. Artemia dewasa dapat mencapai panjang antara 1 sampai 2 cm, dengan berat badan 10 mg. anak artemia yang baru menetas (nauplius instar I) panjangnya sekitar 0,4 mm dan berat sekitar 15 mikrogram. Nauplius instar II panjangnya 0,7 mm. telur yang masih bercangkang berdiameter sekitar 300 mikron dan berat kering sekitar 3,65 mikrogram. Telur yang telah didekasulasi (dibuang cangkangnya) ukuran garis tengahnya sekitar 210 mikron. Beberapa jenis Artemia yang dikenal antara lain, Artemia fransciscana, A.tunisiana, A.urmiana, A.persimilis, A.monica, A.odessensis, dan A.partenogenetica.

c. Brachionus sp
Brachionus adalah hewan renik planktonik yang termasuk dalam filum Trochelminthes, kelas Rotatoria, sub kelas Monogononta, ordo Notommatida, subordo Hydatinina, Familia Brachionidae. Beberapa jenis yang dikenal adalah Brachionus plicatilis, Brachionus pala, Brachionus punctatus, Brachionus quadratus, Brachionus angularis dan Brachionus mollis. Ukuran tubuhnya antara 50-300 mikron, dengan struktur yang masih sederhana. Ciri khas yang merupakan dasar rotatoria atau rotifera adalah terdapat korona yang berbentuk bulat dan berbulu-bulu getar yang berbentuk roda. Antara jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk dimana bentuk tubuh jantan lebih kecil dari betina dan muncul pada musim tertentu, sedangkan betina berkembang biak secara parthenogenesis (tanpa kawin) dan hidup antara 8-12 hari.

d. Daphnia sp
Daphnia sp salah satu dari kutu air termasuk udang-udangan renik yang Filum Arthropoda, Class Crustacea, Subclass Entomostracea Ordo Phylopoda Subordo Cladicera, Familia Dephnidae, Genus Daphnia dan Species Daphnia sp.
Hewan ini berukuran sangat kecil sekali hingga mencapai 5000 mikron,bentuk tubuhnya pipih dari samping-kesamping, punggung membentuk lipatan yang menutupi bagian tubuh dan anggota-anggota tubuh pada kedua belah sisinya, sehingga nampak seperti cangkang membentuk sebuah kantong berguna sebagai tempat penampung dan perkembangan telur.
Perkembangbiakan secara sexual dan partenogenik yaitu selama musim dingin dilakukan secara sexual dan sebaliknya pada musim panas dilakukan secara partenogenik (tanpa perkawinan). Pada usia lima hari, induk Daphnia sp akan beranak dengan jumlah 10-28 individu perinduk, menurut Pennak (1987) hewan ini mudah dibudidayakan terutama dalam suspensi partikel organik dan bakteri yang melimpah.
Daphnia sp hidupnya sebagian besar diair tawar yautu disela-sela tumbuhan air, danau, kolam dan genangan air lainnya yang sifatnya planktonik. Makanannya dari tumbuhan renik dan detritus atau dari sisa bahan organic yang sedang menghancur, bersifat non selective filter feeder dan nutritonal value yaitu bergabung pada pakan. Daphnia sp kaya akan enzim proteinase, peptidase, amylase, lipase dan cellulose.

e. Cacing Tubifek
Cacing tubifek mempunyai cirri tubuh yang berukuran kecil, ramping dan bulat, terdiri dari 30-60 segmen. Mempunyai saluran pencernaan berupa celah kecil mulai dari mulut sampai anus. Hidup di saluran air yang jernih dan sedikit mengalir dengan dasar perairan yang banyak mengandung bahan organic ( untuk dijadikan makanan). Hidup cacing tubifek berkoloni, bagian ekornya berada di permukaan dan berfungsi sebagai alat bernafas dengan cara difusi langsung dari udara.

III. Kultur Pakan Alami
Pakan alami yang sudah dibudidayakan antara lain : Chlorella sp, Brachionus sp, Daphnia sp dan Artemia sp.
a. Chlorella sp
1. Proses sterilisasi / pensucihamaan
Proses ini menggunakan cara pemanasan, ataupun chlorinisasi baik pada peralatan, bahan dan pupuk yang digunakan.
2. Proses pembibitan
Biakan murni diperoleh dari alam ataupun inokulat-inokulat yang ada, dimana biakan murni tersebut diencerkan ke wadah yang telah diberi air media dan pupuk.
3. Proses perhitungan kepadatan Chlorella sp
Fase pertumbuhan Chlorella sp mencakup fase kelambatan (lag fase), fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasionari dan fase kematian (death fase). Perhitungan kepadatan Chlorella sp dengan haemocytometer adalah N x 10 4 sel/ml.

b. Brachionus sp
1. Proses sterilisasi / pensucihamaan
Proses ini menggunakan cara chlorinisasi baik pada peralatan, bahan dan pupuk yang digunakan.
2. Proses pembibitan
Biakan murni diperoleh dari alam ataupun inokulat-inokulat yang ada, dimana biakan murni tersebut ke wadah yang telah diberi air media dan pupuk.
3. Proses perhitungan kepadatan Brachionus sp
Fase pertumbuhan Brachionus sp mencakup fase kelambatan (lag fase), fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasionari dan fase kematian (death fase). Perhitungan kepadatan Brachionus sp dengan Sedgwick rafter baik menggunakan metode sapuan atau acak..
c. Daphnia sp
Dalam kegiatan ini digunakan satu buah kolam tembok dengan luasan 300 m2 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
Kolam dibersihkan dan dikeringkan, kegiatan ini memerlukan waktu selama dua hari dengan maksud agar semua hama dan predator yang mengganggu Daphnia sp. bisa mati.
2. Sumber Air
Air yang digunakan untuk pemeliharaan Daphnia sp. berasal dari air tanah yang telah diendapkan kemudian dimasukkan ke dalam kolam pemeliharaan dengan ketinggian air 1 m melalui penyaringan sehingga terbebas dari cemaran seperti predator atau pemangsa, ikan liar dan sampah.
3. Pemupukan
Pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebanyak 240 kg/kolam atau dengan dosis 800 gr/m2 dilakukan sebelum penanaman bibit Daphnia sp. Pemasukan pupuk dilakukan dengan cara dionggok-onggokan pada setiap bagian sudut dan bagian tengah pada dasar kolam secara merata. Jenis pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran puyuh yang telah dikeringkan.
4. Penanaman Bibit Daphnia sp.
Penanaman bibit Daphnia sp. sebanyak 1 kg/kolam dilakukan 1 hari setelah pemupukan.
5. Pemberian Pakan Tambahan
Pakan tambahan yang diberikan menggunakan dedak sebanyak 5 kg/kolam dilakukan setiap hari dimulai pada hari kesepuluh setelah penebaran bibit Daphnia sp. dan diberi ragi sebanyak 2,5%.
6. Pemanenan
Pemanenan pertama dilakukan pada hari kesepuluh setelah penanaman bibit Daphnia sp. pada kolam. Adapun panen berikutnya dilakukan secara bertahap setiap 2-3 hari sekali tergantung pada kelimpahan populasi Daphnia sp. di kolam.
7. Pemeliharaan Daphnia sp dilakukan selama dua bulan per periode.
8. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah panen atau produksi Daphnia sp yang dihasilkan pada setiap kolam dalam satu periode pemeliharaan.
d. Artemia sp
1. Telur artemia ditetaskan dengan menggunakan dengan wadah yang berbentuk kerucut, yang ukrannya bermacam-macam mulai dari 3 l sampai 75 l.
2. Air media yang dipakai menggunakan air laut buatan (air tawar) dengan menggunakan salinitas atau kadar garam ± 30 ppt. Tetapi untuk hasil yang lebih baik, kita perlu menggunakan air berkadar garam 5 ppt. Penetasan telur artemia selama pemasukan telur berlangsung 24 – 36 jam dan pengambilan telur bisa di sipon.

IV. Cara Pemberian Makan
Pemberian makan untuk benih perlu kita lakukan sesering mungkin, sebaiknya tidak kurang dari 3 kali dalam sehari, yaitu pada pukul 07.00, 10.00, 13.00 dan 16.00, jika perlu pada malam sekitar pukul 20.00. Pemberian makan harus memperhatikan jenis hewan yang aktif pada siang hari atau malam hari(nokturnal) , contoh jika ikan tesebut termasuk hewan nokturnal maka jumlah makan sore harus lebih banyak dibanding pada pagi hari.




Aplikasi Chlorella sp sebagai pakan larva/benih

Latar Belakang
 Dapat dimakan langsung oleh organisme perairan (herbivore & Omnivor)
 Kandungan nutrisi yang tinggi, sebagai salah satu komponen diet masa kritis
 Chlorella sp sebagai pakan hidup untuk zooplankton, mudah di kultur secara massal juga sebagai penstabil ekosistem di perairan budidaya.
 Sudah banyak diaplikasikan pada kegiatan budidaya laut dan payau

Tinjauan Pustaka
Sel Chlorella berbentuk bulat atau bulat telur merupakan alga bersel tunggal (unicelluler) yang terkadang dijumpai bergerombol atau membentuk koloni antara 4-16 sel sebagaimana chlorella conglomerata (Gupta, 1981 dalam Chilmawati, 1997) dan mempunyai khloroplas seperti cawan, dengan dinding keras, padat dan garis tengah berkisar antara 2-8 mikron, berwarna hijau karena mengandung klorofil. Klorofil merupakan pigmen yang dominan mengandung karoten dan xantofil, dengan dinding sel yang keras terdiri atas selulosa dan pectin. Bentuk klorofil bervariasi ada yang berbentuk topi, mangkuk dan melengkung serta memiliki pyrenoid (Pandey dan Trivedi, 1988).
Pertumbuhan Chlorella sp dipengaruhi beberapa factor, seperti :
faktor fisika (misalnya : suhu, intensitas cahaya, dll), faktor kimia (misalnya : O2 terlarut, pH, dll), kandungan makronutrien (seperti : unsur N dan P ) yang digunakan untuk pertumbuhan dan faktor biologi (misalnya : adanya organisme pemangsa atau predator yang memakan fitoplankton maupun zooplankton (Rymond, 1976 dalam Chilmawati, 1997).

Tujuan :
 Pemanfaatan Chlorella sp untuk produksi Rotifer untuk pakan larva
 Pemanfaatan Chlorella sp sebagai suplement pakan buatan untuk benih

Metoda
 Menyiapkan media kultur massal Chlorella sp dengan pupuk anorganik berupa Urea ( 800 mg/ltr.); TSP ( 15 mg/ltr.) ; KCl ( 40 mg/ltr.) dalam wadah kultur yang dilengkapi dengan instalasi aerasi
 Masukkan inokulan Chlorella sp kedalam wadah kultur yang bermedia
 Inokulan (biakan) Chlorella sp Chlorella yang digunakan berasal dari hasil isolasi
 Amati kepadatan populasi Chlorella sp hingga mencapai 12-15 juta sel/ml
 Untuk membrantas adanya predator pemangsa dapat menggunakan Cupri sulfat (terusi) dengan dosis 2,5 mg per-liter.
 Pemanenan total dilakukan dengan pengendapan menggunakan flokulan (NaOH/soda api) hingga menjadi natan
 Penyaringan natan dengan kain satin untuk mendapatkan natan bentuk gel cair dan padat
 Hasil gel cair digunakan untuk pakan Rotifer
 Hasil gel padat disimpan dalam refrigerator (lemari pendingin) untuk persediaan bahan baku pakan buatan untuk benih
 Aplikasi formulasi pakan buatan untuk benih gurame dan aplikasi rotifer untuk larva patin


Bahan dan alat
 Pupuk anorganik untuk kultur massal : Urea, KCl dan TSP
 Wadah kultur: bak/ fibre tank volume 1 ton
 Hiblow dengan instalasi aerasi
 pH meter, haemocytometer, mikroskop
 Plankton net
 Filter air
 Pompa air (Hand pump)
 Peralatan perikanan
 Peralatan packing

lihat dari letak geografis Kabupaten Aceh singkil adalah merupakan daerah rendah, mempunyai perairan yang sangat luas yaitu perairan laut dan periaran tawar. Untuk perairan tawar untuk sekarang ini adalah maraknya pemburuan belut secara musiman artinya penagkapannya tidak rutin dilakukan sepanjang tahu. Penangkapan dilakukan dengan berbagai macam cara seperti dengan pasang posong atau bubu atau biasa juga langsung ditangkap dengan tangan.
Kemudian belut adalah sebagai sumber protein hewani yang sangat tinggi . Orang-orang kota pun menyukai kegurihan dan kelezatannya. Dalam forum Internasional pun belut merupakan protein hewani yang dianjurkan. Sebagai sumber gizi , belut pernah dipromosikan pada kongres Gizi Asia III Di hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 7-10 1980. Zat gizi yang terdapat pada daging belut lebih tinggi dibandingkan zat gizi yang terdapat pada telur dengan bobot yang sama.
Prospek perdagangan belut di Aceh Singkil sangat bagus penyalurannya sampai ke Sumatera Utara dan Sumatera Barat dengan nilai nominalnya yang sangat menjanjikan yaitu berkisar anatar Rp.25.000,- s/d Rp. 30.000,-/Kg.
Dan berdasarkan pemikiran diatas Praktikan ingin membudidayakan melihat umumnya belut yang dijual tersebut masih merupakan hasil tangkapan para pemburu belut di daerah rawa / persawahan dan pedalaman.Cuma sekarang yang menjadi masalah adalah kelestarian belut tersebut . Kekhawatiran bukan hanya disebabkan oleh semakin menyempitnya areal tanah persawahan, tapi juga disebabkan oleh pencemaran / polusi air yang semakin tinggi dilingkungan hidup belut. Gencarnya pemberantasan hama padi dengan pestisida merupakan ancaman bagi kjehidupan ikan liar ini. Dengan penyemprotan tersebut bukan hanya hama yang dimaksud mati tapi kelestarian hidup makhluk lain pun juga terkena.
Untuk memasok kebutuhan yang terus meningkat dan adanya ancaman kelangkaan, belut haruslah dibudidayakan. Pembudidayaan belut bisa berhasil asal persyaratan dan kondisi lingkungan hidupnya bisa terpenuhi sewajarnya.
1.2 Tujuan Usaha
Adapun tujuan dari Project Work budidaya Belut adalah :
(1) Sebagai unit usaha produksi
(2) Untuk membuka lapangan kerja khususnya bagi dunia perikanan
(3) Sebagai laporan praktek magang di SMK - Pertanian Yashafa Aceh Singkil.
1.3 Manfaat Ekonomi
Di dalam kegiatan budidaya. belut tidak begitu besar dalam membutuhkan modal cukup dengan media dan pakan yang cukup maka hasil produksi yang dihasilkan cukup besar sehingga keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan ini sangatlah besar, karena harga belut yang semakin hari semakin naik karena juga disebabkan oleh kelangkaan belut di pasaran ikan.
1.4 Prospek Pasar
Prospek perdagangan belut sangat bagus di daerah sumatera Utara daerah yang dekat dengan daerah Aceh Singkil penghasil belut mempunyai nilai nominal yang sangat tinggi sehingga memungkinkan ikan belut untuk dibudidayakan.
1.5 Membudidayakan Belut
Masalah penting dalam budidaya belut adalah pengadaan benih atau penyediaan bibit. Kebutuhan ini dapat diperoleh langsung dari alam atau membeli di tempat pembibitan.

Kolam Pemeliharaan Belut
Kolam atau bak yang pratikan gunakan adalah terbuat dari papan dengan ukuran yang digunakan adalah 2m x 1,5m x 1m yhang dilapisi dengan plastik terpal kemudian pratikan juga menggunakan wadah Drum bekas tetapi tidak bocor.
Proses pembuatan wadah belut yaitu sebagai berikut :
a. Alat yang digunakan dalam pembuatan wadah ini adalah:
 Martil besar
 Paku besar ukuran 3 inchi
 Paku sedang ukuran 2 inchi
 Paku kecil ukuran ½ inchi
 Parang
 Gergaji potong
 Gergaji belah
 Mistar / meteran
 Siku-siku

b. Bahan yang digunakan dalam pembuatan wadah ini adalah :
 Papan ukuran
 Balok ukuran
 Plastik / terpal
 Bambu
 Paku semut

Cara kerja :
1. sediakan alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini.
2. periksa semua perlengkapan
3. ambil papan kemudian potong menurut ukuran yang telahditentulkan seperti : ukuran 2,5 meter, 2 meter dan ukuran1 meter.
4. setelah itu ambil balok yang akan dipotong sesuaikan dengan ukuran bak yang dibuat.
5. kemudian bentuk potongan balok dan papan menjadi bentuk bangunan emmpatpersegi panjang.
6. kerangka bak
7. setelah itu ambil plastik kemudian buat lapisan diatas permukana bak yang tyelah selesai dibentuk.
8. kemudian dipaku dengan menghgunakan plat dari bambu supaya palstik merapat dengan baik diatas permukaan wadah tersebut.
9. selanjutnya wadah dicuci lbersih lalu dikeringkan sebelum digunakan.

Pengisian Media Budidaya
Sebelum bak / wadah digunakan sebaik diberi perlakuan sebagai berikut:
1) Dasar bak diisi tanah lumpur setebalk 15 cm
2) Kemudian diatasnya dibuat jerami yang sudah lapuksetebal 10 cm
3) Lapisan berikutnya adalah berupa potongan pelepah batang pisang yang sudah layu
4) Kemudian ditambahkan juga pupuk kandang ( kotoran sapi atau kerbau) setebal 10 cm.
5) Penyusunan lapisan –lapisan tersebut dibuat miring sehingga nantinya bagian terendam air hanya 2/3 bagian. Sedangkan yang 1/3 bagian tidak terndam air.
6) Ketebalan lapisan keseluruhan sekitar 50-60 cm .Lapisan paling atas berupa tanah lumpur. Pelumpuran akan mempermudah belut menggali lobang perkawinan.
7) Kemudian dimasukkan air setinggi 5-10 cmdiatas permukaan lapisan lumpur paling atas.
8) Biaraka air tergenang selama 2-4 minggu agar termjadi proses pelapukan jerami dan potonganbatang pisang.
9) Jika tampak buih air digantisecara kontinyu. Demikian seterusnya selama 2-4 minggu penggenangan berlangsung sampai air tidak berbuih lagi. Timbulnya buih merupakan hasil samping proses pelapukan.
10) Lebih bagus lagi kalau air pengganti itu adalah air yang mengalir, walau lambat. Timbulnya buih merupakan hasil samping proses pelapukan.
Sebelum air dimasukan , saluran pemasukan air diamankan terlebih dahulu diberi saringan kawat kasa untuk menghindari keluarnya belut dari bak pemeliharaan

Penanaman Benih
Benih belut yang ditebar harus dipilih yang seha, tidak luka, atau rusak. Bak comberan 1x1x1,5 m dapat diisi benih berukuran 5-8 cm sebanyak 150 ekor, atau 100 ekor benih per m2 . Kalau diisi belut tanggung (15 cm) jumlah diperjarang dan pemeliharaannya tetap satu tahap (dua bulan ).
Dalam kegian Project Work ini penulis mendapatkan dari hasil tangkapan dari alam yang kemudian dilakukan seleksi benih belut yang akan dilakukan penanaman / pemeliharaan.
Untuk menjaga air meluapdan belut dari bak pemeliharaan, mulut bak ditutup dengan bahan anyaman dari bambu dan pada saluran pengeluaran air diberi kawat saringan.
Jumlah bak yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebanyak 10 bak dengan jumlah belut yang ditebari benih adalah 100 ekor dengnan berat benih belut gram/ekor dan panjang total adalah.

Pemberian Pakan
Pakan belut yang dipelihara dalam bak selain terdiri dari jasad renik yang tumbuh dari pupuk juga berupa sisa-sisa makanan yang berasal dari dapur. Selain itu belut peliharaan ini setiap sore diberi pakan tambahan berupa campuran dedak halus dengan kosentrat untuk pakan lele.
Setiap 10 hari sekali belut dapat diberi belatung ( larva serangga). Belatung bisa diperoleh dengan membusukkan 1 kg ampas kelapa ditambah 1 kg dedak halus ditambah 2 sendok makan urea. Biarkan campuran tersebut ditempat lembab selama satu minggu didalam keranjang. Campuran ini nantinya akan menghasilkan larva ( belatung ) yang diperlukan .
Setelah dua bulan dipelihara, belut sudah dap[at mencapai ukuran 15 cm. Belut tanggung serupa ini jumlahnya harus dikurangi, agar isi bak jangan terlalu padat, sebanyak 60-70% dari seluruh belut yang ada. Pengurangan ini9 bisa disebut hasil panen tahap pertama. Hasilnya dijual sebagai keripik belut yang kering, renyah dan gurih.
Belut yang tersisa dalam kolam dipelihara lagi. Tentu saja dengan terlebih dahulu memperbaiki tumpukan bahan organik yang terdapat di dalam bak. Dua bulan kemudian hasilnya sudah dipanen sebagai belut konsumsi berukuran 25-30 cm. Belut serupa inilah yang bagus dipasarkan atau diolah menjadi dendeng. Untuk komoditas ekspor diperlikan belut yang berukuran panjang minimal 30 cm.


DAFTAR PUSTAKA

Hadadi, A dkk. 2004. Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan yang Berbeda pada Produksi Daphnia sp di Kolam
Pennak, R.W. 1978. Frehwater Invertebrate of United States. Ronald Press, Co. London.

Priyamboko, K dan Wahyuningsih, T. 2001. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Penebar Swadaya.

Anonimus,1990. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang: Jakarta: Departemen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan

Chrismandha,Tj. dan Nofdianto, 1994. Pengaruh Konsentrasi Nutrien Terhadap Pertumbuhan dan Produktifitas Chlorella sp pada system Kultur Semikontinyu. Bogor; Limnotek perikanan darat Tropis di Indonesia

Chilmawati, D. 1997 Kultur Chlorella sp pada Media Allan Miquel. Skripsi ,Semarang, Universitas Diponegoro.

Panday, SN dan Trivedi. 1995. A Tex Book of Algae. New delhi : Vikas Publishing House PVT. LTD hal. 13-116


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com