Rabu, 11 November 2009

’’MEMAHAMI PSIKOLOGI KEADAAN SISWA DENGAN AJARAN ISLAM’’

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Kepribadian atau personality berasal dari kata persona yang berarti masker atau topeng; maksudnya apa yang tampak secara lahir tidak selalu menggambarkan yang sesungguhnya (dalam bathinnya). Contoh: orang lapar belum tentu mau makan ketika ditawari makanan, pada hal perutnya keroncongan. Orang tidak punya uang dapat berpura-pura punya uang atau sebaliknya. Itulah gambaran kepribadian, bahwa yang tampak bukan yang sebenarnya. Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya (Depkes, 1992).
Bergaul dengan siswa di sekolah sering kali memunculkan pengalaman sangat berharga, terutama menyangkut berbagai perilaku dan respons terhadap pelajaran. Bahkan ada siswa yang tiba-tiba mengungkapkan perasaannya secara jujur, bahwa pada saat tertentu ia mengalami kejenuhan dalam belajar.
Secara harfiah, jenuh berarti padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Jenuh juga berarti jemu atau bosan. Dalam belajar tidak mustahil siswa mengalami kejenuhan, hanya saja tidak semua siswa memiliki keberanian untuk mengungkapkan keadaan tersebut, baik kepada gurunya atau kepada orang tuanya, mungkin khawatir mendapat respons yang tidak sesuai harapannya.
Dalam bahasa psikologi, jenuh dalam belajar lazim disebut learning plateau atau plateau (baca: pletou) saja. Menurut Reber (1988), kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Seorang siswa yang sedang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari belajarnya tidak mengalami kemajuan. Ketiadaan kemajuan dalam belajar ini biasanya berlangsung dalam rentang waktu tertentu saja, misalnya dalam seminggu. Jadi tidak selamanya.
Namun kematangan organ internal tubuh mereka tidak serta merta membuat mereka lebih matang perasaan dan pemikirannya.
Secara fisik, remaja mampu melaksanakan puasa dan shalat, maupun perjalanan haji, walaupun umumnya mereka belum memiliki kemandirian untuk membayar sendiri zakatnya. Secara kognitif, remaja mampu memaknai makna yang mendalam dari dua kalimat syahadat. Remaja makin mampu menangkap dan memahami konsep-konsep abstrak yang sebelumnya hanya mereka pahami sebagai pengetahuan satu arah.
Proses ini bila tidak ditunjang dengan tuntunan dan bimbingan yang tepat, dapat membuat pencarian mereka atas nilai dan tujuan hidup mereka tidak terpenuhi, atau didapat dari sumber lain yang telah terkorosi oleh hawa nafsu manusia dan disesatkan oleh syaithan. Na’udzubillahi min dzalik.
Bagaimana pementor dapat membantu remaja yang dibinanya ?

b. Perumusuan Masalah
Seorang siswa yang dalam keadaan jenuh belajar, sistem akalnya tak bekerja sebagaimana mestinya dalam menerima informasi atau pengalaman baru, sehingga yang terjadi seakan-akan "jalan di tempat". Jika kemajuan belajar ini digambarkan dalam bentuk kurva, akan tampak sebuah garis mendatar, yang disebut plateau.
Faktor penyebab
1. Menurut Chaplin (1972), kejenuhan belajar dapat melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa tersebut sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.
2. Selain itu, kejenuhan juga dapat terjadi karena proses belajar siswa telah sampai pada batas kemampuan jasmaniahnya karena bosan (boring) dan letih (fatigue). Namun, keletihan biasanya menjadi faktor penyebab utama yang justru dapat memunculkan perasaan bosan. Keletihan siswa bisa karena pancaindranya, fisiknya, atau mentalnya (Cross, 1974). Keletihan pancaindra, terutama mata dan telinga maupun keletihan fisik dapat diatasi dengan beristirahat cukup, tidur nyenyak, serta mengonsumsi makanan dan minuman bergizi. Sedangkan keletihan mental penanganannya tidak sesederhana menangani keletihan indra maupun fisik. Itulah sebabnya keletihan mental dipandang sebagai faktor utama penyebab kejenuhan belajar
3. Keletihan mental siswa di antaranya dapat disebabkan oleh kecemasan terhadap tuntutan standar keberhasilan belajar yang tinggi, pada saat siswa itu sendiri justru sedang dalam keadaan jenuh atau bosan belajar. Siswa juga letih mentalnya karena dihadapkan pada situasi kompetitif yang sangat berat. Situasi ujian nasional (UN) yang memaksa siswa harus mencapai nilai rata-rata 4,51 adalah salah satu kondisi yang diprediksi akan memunculkan kecemasan pada siswa dan berujung pada keletihan mental.



Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, bukan masa transisi yang selama ini digaungkan. Karena mereka dicap tengah mengalami kegamangan, akibatnya, sebagian remaja yang sewaktu kanak-kanak telah dididik dengan baik oleh orangtuanya merasa perlu mencari identitas baru, identitas yang berbeda dari yang mereka miliki sebelumnya. Apa akibatnya ? Ada remaja kita yang terjebak dalam arus coba-coba. beberapa remaja putri mencoba berbagai dandanan, make up dan aksesoris yang menyeret mereka pada perilaku konsumtif dan kecenderungan tabarruj, sementara yang putra mulai membolos sekolah dan merokok. Beberapa mencandu narkoba dan bergaul terlalu bebas.
Dalam Islam, masa remaja berarti mulainya masa akil baligh. Keadaan fisik, kognitif (pemikiran) dan psikososial (emosi dan kepribadian) remaja berbeda dengan keadaan pada tahap perkembangan lain.


II. PEMECAHAN MASALAH

Setelah setiap mentor memperhatikan tsaqafah dan ruhiyahnya sebagai bekal persiapan untuk memberikan mentoring, hal berikutnya yang harus diperhatikan adalah bagaimana ia melakukan pengaturan atau me-menej kelas yang menjadi tanggung jawabnya dalam program mentoring.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar penyampaian pengajaran bisa optimal dan setiap mad’u terperhatikan kebutuhannya :
1. Persiapkan materi dengan baik, Baca setiap materi sebelum disampaikan, kuasai bahan dan perdalam, lalu kerangka-kan cara penyampaiannya. Apakah dengan menggunakan diskusi, ceramah, simulasi atau games? Siapkan cerita yang menarik atau lelucon segar yang santun agar suasana mentoring tidak terlalu kaku.
2. Buka mentoring dengan tata cara Islami, Kita menginginkan agar mentoring ini diridhoi ALLAH dan usaha yang dikeluarkan mentor dan siswa lebih berdampak dalam meningkatkan interaksi mereka dengan Islam, Al Qur’an dan hadits. Setelah membuka dengan basmalah dan shalawat kepada rasulullah, lanjutkan dengan pembacaan Al Qur’an oleh tiap siswa. Walaupun masing-masing hanya membaca 1 ayat, kebiasaan ini akan menumbuhkan kedekatan mereka dengan Al Qur’an. Sediakan beberapa mushaf agar tidak perlu membuang banyak waktu. Ajarkan tentang adab pada Al Qur’an, sampaikan keutamaan pembacaan Al Qur’an, bahwa Ia akan menjaga pembacanya dari maksiat dan memberi syafaat di akhirat
3. Pastikan suara mentor terdengar jelas oleh semua siswa
Karena alat utama yang digunakan mentor untuk menyampaikan bahan adalah suaranya, pastikan bahwa suara mentor terdengar. Minimkan distraksi suara, bila perlu perkeras suara anda. Minta siswa untuk tidak mengobrol saat mentoring. Pastikan agar perhatian peserta terpusat pada mentor, tidak ada pengalih perhatian lain di ruangan itu.
4. Hidupkan komunikasi yang aktif, segar dan santun
Penggunaan bahasa terlalu resmi, atau kosa kata yang terlalu rumit tanpa intonasi dan gaya bahasa yang menarik akan membosankan siswa dan membuat jarak antara mentor dengan siswa. Pelajari respon-respon yang biasa digunakan siswa atau istilah khusus yang mereka miliki agar mentor mampu meresonansi siswa dengan baik dan komunikasi menjadi terbuka dan akrab. Mentor tidak perlu gengsi menanyakan arti dari kata khusus yang digunakan siswa (contoh: terong untuk nonis di smunsa).
5. Perhatikan pengaturan duduk, Pengaturan duduk yang terlalu kaku-seperti suasana belajar biasa di kelas-selain membuat siswa cepat bosan juga membuat materi kurang menarik minat karena memungkinkan distraksi yang besar dari lingkungan. Pengaturan yang kaku membuat siswa mudah beralih perhatian dan kurang terlibat sehingga susah dikontrol. Pengaturan duduk dengan pola melingkar (¡), huruf U (Û) atau berbentuk seperti mahkota bunga ({) akan meminimalisir interaksi diantara siswa. Bentuk desain ini membuat mentor dan setiap anggota kelompok terlihat dan dapat saling melihat semua peserta dalam kelompok. Walaupun materi tidak begitu menarik perhatian siswa, ia merasakan kedekatan dengan pementor dan merasa diperhatikan
6. Lakukan selingan materi, Selain memberikan bahan dari buku yang ada, mentor harus kreatif dan inovatif. Jangan hanya berpedoman pada satu buku untuk dibacakan terus-menerus di kelas.
7. Pandu diskusi dengan baik, Diskusi problem aktual remaja akan memperkaya pengetahuan siswa dan melatih kepekaan mereka akan problematika umat. Selain itu siswa akan terlatih dalam mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Beri contoh cara-cara yang baik dalam mengungkapkan pendapat, segarkan diskusi yang telalu memanas dengan jokes-jokes, lakukan koreksi atas kesalahan siswa dalam penggunaan kata, dan buat siswa menyimpulkan pengutaraan yang terlalu panjang. Batasi diskusi agar topiknya tidak melebar dan melenceng keluar dari jalur, jaga agar diskusi tetap sesuai alur, cegah atau simpan pertanyaan yang tidak sesuai topik. Terakhir, tutup diskusi dengan kesimpulan bersama lalu berikan tausiyah dari mentor. Tanamkan ketakutan pada ALLAH, bahwa tiap kata-kata kan jadi saksi perbuatan yang kita lakukan
8. Bangun ikatan emosi dan kedekatan hati dengan siswa, Selain memberikan materi dengan baik, mentor pun harus bisa menjadi kawan dan terkadang-paman atau bibi dari para siswa itu. Perhatikan perilaku, kebiasaan, dan kecenderungan minat tiap siswa. Dengan cara ini mata hati (bashiroh) mentor terlatih hingga bisa memberi perhatian penuh dan mampu memuaskan keingintahun mereka. Jangan pilih kasih. Pastikan setiap siswa mendapatkan kasih sayang yang merata. Tanyakan keadaan siswa yang tidak datang. Terkadang ada diantara remaja yang menjadi mad’u kita memiliki masalah yang pelik. Jangan terpusat hanya pada siswa yang suka bertanya.
.
Untuk mengatasi keletihan mental
a. pertama, siswa dianjurkan beristirahat dan mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dalam takaran yang cukup.
b. Kedua, peninjauan kembali jam-jam dan jadwal belajar sehingga memungkinkan siswa lebih giat lagi belajar.
c. Ketiga, mengubah dan menata kembali ruang belajar, sehingga siswa merasa berada di ruang kamar baru yang lebih menyenangkan untuk belajar.
d. Yang tidak kalah pentingnya adalah motivasi dan stimulasi dari guru atau orang tuanya, sehingga siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat, pantang menyerah dan pantang putus asa dengan cara belajar dan belajar lagi.

Sedangkan untuk menghadapi perubahan negative pada siswa kita selaku pendidiik harus :
a. Tingkatkan keimanan mereka, Buat mereka nyaman berIslam, bersentuhan langsung dengan nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam agamanya dan buat mereka patuh akan kewajiban dengan cara-cara yang baik.
b. Bantu remaja untuk mengerti perubahan-perubahan yang dialaminya. Hormon-hormon baru yang mereka miliki menghasilkan dorongan-dorongan fisik yang harus mereka kelola. Mentor dapat membantu mereka untuk menumbuhkan kendali diri (self control).
c. Ajarkan bahwa agama dapat menurunkan kemarahan dan meredam emosi, contoh pada shalat bisa mencegah mereka dari perbuatan keji, dan puasa dapat mematangkan emosi dan menumbuhkan kemandirian mereka. Tumbuhkan Izzah (kebanggaan).
d. Dorong mereka untuk menjaga kesehatan, mengapai prestasi, sehingga mereka mampu menjadi qudwah di lingkungannya.
e. Dekatkan mereka pada Al Qur’an. Buat mereka suka berinteraksi dengan Al Qur’an dan terbiasa. Kedekatan remaja dengan Al Qur’an akan menjaga mereka dari pengaruh buruk.
f. Tumbuhkan Muraqabah mereka pada ALLAH. Ingatkan mereka untuk takut pada ALLAH dan pengawasannya yang tak pernah henti, tanamkan rasa malu dan ajarkan tentang akhlak tehadap diri sendiri. Mentor dapat lebih membantu dengan memberikan contoh-contoh perilaku yang terpuji yang bisa mereka ikuti.


III. KESIMPULAN
Guru di abad informasi ini memiliki tugas berat untuk merangsang kembali minat siswa terhadap pesan-pesan pembelajaran yang dilakukan di kelas dengan membuat peristiwa pembelajaran di kelas semenarik kemasan pembelajaran yang dijumpai di luar kelas.
Tugas berat ini tidak mudah dilaksanakan sehingga perlu ada reorientasi pendidikan guru. Reorientasi ini dilakukan karena perubahan paradigma pembelajaran dari paradigma behavioristik kepada paradigma humanistik konstruktivis. Dengan demikian, orientasi pendidikan guru kini dan kedepan tidak hanya menyiapkan para guru dengan kemampuan mengajar yang baik, tetapi juga kemampuan merancang dan mengelola pembelajaran.
Itu berarti penguasaan terhadap bidang ajaran (subject matter) bukan lagi menjadi tekanan utama. Sebaliknya, bagaimana mengelola kelas dan mengemas bahan ajar secara menarik sehingga bisa merangsang minat belajar siswa. Para guru juga harus menguasai psikologi anak dan cara mempengaruhi mereka untuk bisa belajar. Mengetahui tahapan perkembangan anak saja tidak cukup, lebih dari itu bagaimana dengan pengetahuan dapat menjadi landasan untuk mengemas peristiwa belajar yang menarik bagi mereka.
Guru harus mengembangkan model pendidikan yang berpusat pada siswa (Learner-Centered Model) mengajukan beberapa premis: 1) Siswa adalah subjek yang unik, dan keunikan ini harus dipertimbangkan dalam melibatkan mereka untuk mengambil tanggung jawab atas kegiatan belajarnya. 2) Perbedaan unik siswa mencakup keadaan emosional, pikiran, perasaan, kecepatan belajar, gaya belajar, tahap-tahap perkembangan, kemampuan, bakat, perasaan harga diri, dan atribut-atribut non-akademis lain. 3) Belajar merupakan suatu proses konstruktif, dan paling baik dilakukan jika apa yang dipelajari relevan dan bermakna bagi siswa sesuai pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. 4) Belajar paling baik terjadi dalam suatu lingkungan yang positif di mana ada interaksi dan hubungan interpersonal yang positif dan menyenangkan sehingga siswa merasa dihargai dan diakui. 5) Belajar pada dasarnya adalah proses alamiah, maka siswa secara alamiah memiliki rasa ingin tahu dan berminat untuk mempelajari dan menguasai dunianya (1997: 10).
Beberapa premis itu membawa implikasi: 1) Siswa harus dimasukkan dalam proses pembuatan keputusan pendidikan di sekolah, apakah keputusan itu berhubungan dengan apa yang dipelajari atau aturan-aturan yang akan diterapkan di kelas. 2) Mendorong dan menghargai perspektif yang berbeda-beda dari siswa selama pengalaman belajarnya. 3) Menghargai aneka perbedaan di antara siswa seperti kultur, kemampuan, gaya belajar, tahap perkembangan, dan kebutuhan khasnya. 4) Memperlakukan siswa sebagai kokreator dalam proses pembelajaran karena mereka memiliki ide dan isu yang perlu diperhatikan (McCombs & Whisler, 1997: 11).
Demokratisasi pembelajaran menuntut guru yang: 1) sabar, peka dan toleran terhadap kemampuan belajar siswa yang berbeda-beda; 2) menggunakan aneka pendekatan pembelajaran yang adaptif terhadap perbedaan individual siswa; 3) berorientasi pada tugas, terfokus, dan menyajikan pelajaran dengan cara menarik dan melibatkan; 4) atentif terhadap iklim afektif, menggunakan humor dan pujian; dan 5) menyajikan informasi secara jelas dan memastikan, siswa telah memahami apa yang dipelajari.
Dengan sikap-sikap itu, tugas guru sekarang dan ke depan bukan lagi mengajar siswa, tetapi membuat siswa bisa belajar. Peran semacam ini tidak bisa digantikan begitu saja oleh berbagai media pendidikan yang ada. Malah dengan peran ini kita masih tetap membutuhkan "guru hidup" (the real teacher) karena ia harus selalu ada bersama siswa, memberi bimbingan dan motivasi kepada mereka untuk belajar. Dengan peran ini, kita tidak akan secara sinis mengatakan Membahas tentang remaja tidak ada habis -habisnya. Membina remaja tidak ada henti-hentinya. Kita mengharapkan ALLAH dapat melapangkan dada-dada mereka untuk mau menerima hidayah yang datang melalui lisan kita, memudahkan usaha kita, mengeratkan hati kita dan mereka, dan semoga, walaupun mungkin lama, ALLAH menggabungkan kita dan mereka dalam barisan pengemban risalahNya. Amiin Yaa Rabbal ‘alamin.


IV. DAFTAR PUSTAKA


Kuntjoro Zainuddin Sri H Drs. MPsi, 2002. Memahami Kepribadian . e-psikologi.com. Jakarta
Payong Marsel Ruben. 2004 .Good-bye, Teacher. Harian KOMPAS
Sumarni siti, S.Pd. 2006. ”Plateau” Pikiran Rakyat Bandung


0 komentar:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com