Rabu, 18 November 2009

Pakan Alami ( Artemia)

Artemia merupakan pakan alami yang banyak digunakan dalam usaha pembenihan ikan dan udang, karena kandungan nutrisinya baik. Akan tetapi di perairan Indonesia tidak atau belum ditemukan Artemia, sehingga sampai saat ini Indonesia masih mengimpor Artemia sebanyak 50 ton/ tahun, dimana harganya dalam bentuk kista/ telur antara Rp 400.000 – 500.000/ kg (Suara Merdeka, 2002). Walaupun pakan buatan dalam berbagai jenis telah berhasil dikembangkan dan cukup tersedia untuk larva ikan dan udang, namun Artemia masih tetap merupakan bagian yang esensial sebagai pakan larva ikan dan udang diunit pembenihan. Keberhasilan pembenihan ikan bandeng, kakap dan kerapu juga memerlukaan ketersediaan Artemia sebagai pakan alami esensialnya, serta dengan adanya kenyataan bahwa kebutuhan Artemia untuk larva ikan kakap dan kerapu 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan larva udang, maka kebutuhan cyste Artemia pada tahun-tahun mendatang akan semakin meningkat (Raymakers dalam Yunus, dkk., 1994).
Secara umum terdapat dua alasan mengapa penggunaan pakan hidup alami sepertihalnya Artemia lebih mengutungkan dibandingkan pakan buatan (pellet, dll) dalam pemeliharaan larva-larva hewan air (ikan dan crustacean), yaitu : 1. Buruknya kualitas air mengakibatkan disintegrasi micropelet yang biasanya pemberian pakan tersebut cenderung berlebihan dengan tujuan pertumbuhan yang sempurna. 2. Tingginya tingkat mortalitas, mengakibatkan malnutrisi dan atau penyerapan komponen-komponen nutrisi pakan pellet yang tidak komplit(http://www.aquafauna.com/, 2004).
Cyste Artemia yang dibutuhkan sebagian besar masih diimpor, umumnya dari Amerika Serikat dan hanya sebagian dari China (Yap et.al. dalam Yunus, dkk., 1994). Tetapi kebanyakan cyste impor yang ada di Indonesia kualitasnya masih rendah. Sehingga menyebabkan produksi yang beragam dan kematian masal larva udang. Untuk itu ditempuh jalan untuk dapat membudidayakan Artemia di tambak secara lokal. Dari hasil budidaya Artemia secara lokal ini diperoleh beberapa keuntungan yaitu waktu transportasi dan penyimpanan lebih singkat, pengawasan kualitas pada proses produksi dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan tambak budidaya mengarah pada produksi cyste Artemia lokal yang berkualitas dan aman. Lebih jauh lagi, produksi Artemia lokal dapat menunjang penghematan devisa melalui subtitusi impor.
Jenis pakan secara umum yang dapat dikonsumsi oleh ikan terdiri atas 2 jenis, yakni pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah jasad-jasad hidup yang biasanya dari jenis plankton baik fito maupun zooplankton yang sengaja dibudidayakan untuk diberikan kepada ikan sesuai dengan kebutuhannya. Ketersediaan pakan alami merupakan faktor yang berperan penting dalam mata rantai budidaya ikan terutama pada fase benih. Kepentingan pakan alami sebagai sumber makanan ikan dapat dilihat antara lain:
(a) nilai nutrisinya yang relatif tinggi,
(b) mudah dibudidayakan,
(c) memiliki ukuran yang relatif sesuai dengan bukaan mulut ikan terutama pada stadia benih,
(d) memiliki pergerakan yang memberikan rangsangan pada ikan untuk memangsanya,
(e) memiliki kemampuan berkembangbiak dengan cepat dalam waktu yang relative singkat, sehingga ketersediaannya dapat terjamin sepanjang waktu,
(f) memerlukan biaya usaha yang relativ murah (Priyamboko, 2001).
Jenis pakan alami yang diberikan pada ikan seharusnya disesuaikan dengan stadia yang berhubungan dengan ukuran ikan. Dengan demikian maka akan terdapat klasifikasi jenis pakan alami yang diberikan.



Klasifikasi
Artemia atau brine shrimp adalah sejenis udang-udangan primitive. Menurut Vos and De La Rosa dalam Sambali (1990); Sorgeloos dan Kulasekarapandian (1987); Cholik dan Daulay (1985); Tunsutapanich (1979), Artemia termasuk dalam:
Phylum : Arthropoda
Klass : Crustacea
Subklass : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Genus : Artemia
Spesies : Artemia sp.
Famili : Artemiidae
Oleh Linnaeus, pada tahun 1778, Artemia diberi nama Cancer salinus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach. Artemia salina terdapat di Inggris tapi spesies ini telah punah (Sorgeloos dan Kulasekarapandian, 1987).
Dalam perkembangan dewasa ini, secara taksonomis nama Artemia salina Leach sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa diantara kelompok-kelompok Artemia terdapat dinding pemisah perkawinan silang. Dua kelompok Artemia yang tidak dapat melakukan perkawinan silang dinamakan sibling spesies.
Untuk Artemia hingga saat ini telah ada 20 kelompok yang berkembang biak dengan kawin yang diklasifikasikan ke dalam beberapa sibling spesies. Disamping itu ada juga jenis Artemia yang berkembang biak tanpa kawin. Beberapa contoh jenis Artemia antara lain Artemia fransiscana, A. tunisana, A. urmiana, A. persimilis, A. monica, A. odessensis, sedangkan yang tanpa kawin Artemia partogenetica (Mudjiman, 1983). Untuk menghindari kebingungan dalam penamaan, maka Artemia dinamakan dengan Artemia sp. Saja.
Artemia merupakan dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias air tawar karena ukurannya yang sangat kecil. Disamping ukurannya yang kecil, nilai gizi Artemia juga sangat tinggi dan sesuai dengan kebutuhan gizi untuk larva ikan dan krustacea yang tumbuh dengan sangat cepat. saat Artemia pakan alami belum dapat digantikan oleh lainnya. Artemia biasanya diperjual belikan dalam bentuk kista/cyste, yang mudah dan praktis, karena hanya tinggal menetaskan kista saja. Dapat dilakukan oleh setiap orang. Sebab membutuhkan suatu keterampilan dan pengetahuan tentang penetasan itu sendiri. Kegagalan dalam menetaskan kista Artemia barakibat fatal terhadap larva ikan yang sedang dipelihara. Penetasan Artemia dapat dilakukan, baik pada skala kecil skala besar. Penetasan Artemia dikerjakan di daratan maupun di daerah pantai.

Morfologi
1. telur
Telur Artemia atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat (Cholik dan daulay, 1985). Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 1983). Cangkang telur Artemia dibagi dalam dua bagian yaitu korion (bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar.
Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya. Selaput ini merupakan selaput penetasan yang membungkus embrio. Diameter telur Artemia berkisar antara 200 – 300 μ (0.2-0.3 mm). Sedangkan berat kering berkisar 3.65 μg, yang terdiri dari 2.9 μg embrio dan 0.75 μg cangkang (Mudjiman, 1983).
2.Larva
Apabila telur-telur Artemia yang kering direndam dalam air laut dengan suhu 25oC, maka akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Dari dalam cangkang akan keluar larva yang dikenal dengan nama nauplius, seperti yang terlihat pada gambar 1. dalam perkembangan selanjutnya nauplius akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Nauplius tingkat I = instar I, tingkat II = instar II, tingkat III = instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu nauplius berubah menjadi Artemia dewasa, seperti yang terlihat pada gambar


Nauplius dan perubahan bentuknya

Artemia dewasa
Siklus hidup Artemia


Bioenkapsulasi
Untuk meningkatkan mutu pakan alami dapat dilakukan pengkayaan , istilah pengkayaan bisa juga disebut dengan bioenkapsulasi. Pengkayaan terhadap pakan alami ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari pakan tersebut. Jenis pakan alami yang dapat dilakukan pengkayaan adalah dari kelompok zooplankton misalnya artemia, rotifer, daphnia, moina dan tigriopus. Semua jenis zooplankton tersebut biasanya diberikan kepada larva dan benih ikan air tawar, payau dan laut. Dengan meningkatkan mutu dari pakan alami dari kelompok ini dapat meningkatkan mutu dari larva dan benih ikan yang mengkonsumsi pakan tersebut. Peningkatan mutu pakan alami dapat dilihat dari meningkatkan kelangsungan hidup/sintasan larva dan benih yang dipelihara, meningkatkan pertumbuhan larva dan benih ikan serta meningkatkan daya tahan tubuh larva dan benih ikan.
Penampang luar dari cyste Artemia sering dikontaminasi dengan bakteri, jamur dan organisme pengganggu lainnya. Dekapsulasi sangat direkomendasikan sebagai prosedur disinfektan sebelum melakukan penetasan telur Artemia. Cangkang bagian luar yang disebut chorion tidak dapat dicerna dan sukar dipisahkan dari nauplii hanya dengan bilasan air. Jika tidak dilakukan, maka hal ini dapat mengakibatkan kematian larva dan benih ikan dan crustacean (Warland et.al., 2001).
Menurut Daulay (1993) cara melakukan decapsulasi sebagai berikut (gambar 4): Telur direndam di air tawar dengan perbandingan 12 ml air tawar untuk 1 gram cyste Artemia. Perendaman dilakukan dalam tabung berbentuk corong yang bagian dasar bisa dibuka. Maksud penggunaan tabung tersebut agar pembuangan air dapat dilakukan dengan mudah tanpa mengganggu cyste. Sementara itu, pada bagian dasar corong diberi aerasi. Setelah 1 jam suhu air diturunkan hingga 15oC, dengan penambahan es. Setelah suhu turun baru ditambahkan NaHOCl 5,25% sebanyak 10 ml untuk 1gram cyste. Setelah 15 menit, larutan NaHOCl dibuang, kemudian cyste dicuci dengan air laut dan dibilas 6 – 10 kali hingga pengaruh NaHOCl benar-benar hilang.
Selama decapsulasi telur yang semula berwarna coklat akan berubah menjadi putih, lalu kemudian berubah lagi menjadi orange. Setelah decapsulasi, telur ini dapat disimpan untuk ditetaskan, atau bisa langsung diberikan sebagai pakan alami pada benih ikan dan atau larva udang.
skema cara melakukan decapsulasi (Daulay)


Wadah penetasan Artemia dapat dilakukan dengan wadah kaca, polyetilen (ember plastik)atau fiber glass. Ukuran wadah dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mulai dari volume 1l sampai dengan volume 1 ton bahkan 40 ton. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam penetasan Artemia adalah bentuk dari wadah. Bentuk wadah penetasan Artemia sebaiknya bulat. Hal ini dikarenakan jika diaerasi tidak ditemukan titik mati, yaitu suatu titik dimana Artemia akan mengendap dan tidak teraduk secara merata. Artemia yang tidak teraduk pada umumnya kurang baik derajat penetasannya, atau walaupun menetas membutuhkan waktu yang lebih lama.
Sebelum diisi air dimedia penetasan, wadah Artemia dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sikat sampai bersih. Agar sisa lemak atau lendir dapat dihilangkan, pada waktu mencuci gunakanlah deterjen. Media untuk penetasan Artemia dapat menggunakan air laut yang telah difilter. Hal ini ditujukan agar cyste dari jamur atau parasit tersaring. Penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan filter pasir atau filter yang dijual secara komersial seperti catridge filter misalnya. Disamping dengan air laut, media penetasan Artemia juga dapat dilakukan dengan menggunakan air laut buatan. Air laut ini dibuat dengan jalan menambahkan garam yang tidak beriodium ke air tawar. Garam yang digunakan harus bebas dari kotoran. Jumlah Penetasan Artemia garam yang dibutuhkan berkisar antara 25-30 g/liter air tawar, sehingga memiliki kadar garam 25-30 ppt. Setelah garam dimasukkan maka media harus diaerasi secara kuat agar garam tercampur merata.Wadah penetasan Artemia untuk skala besar.
volume air 100 liter dapat digunakan untuk menetas 1-3 kaleng Artemia sekaligus
wadah penetasan Artemia terbuat dari galon air minum bekas, volume 15 liter


Penetasan kista Artemia adalah suatu proses inkubasi kista Artemia di media penetasan (air laut ataupun air laut buatan) sampai menetas.Proses penetasan terdiri dari beberapa tahapan yang membutuhkan waktu sekitar 18-24 jam.
a. Proses penyerapan air
b. Pemecahan dinding cyste oleh embrio
c. Embrio terlihat jelas masih diselimuti membran
d. Menetas dimana nauplius berenang bebas
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menetaskan cyste Artemia adalah:
 Aerasi
 Suhu
 Kadar garam
 Kepadatan cyste
 Cahaya
Agar diperoleh hasil penetasan yang baik maka oksigen terlarut di dalam air harus lebih dari 5 ppm. Untuk mencapai nilai tersebut dapat dilakukan dengan pengaerasian yang kuat. Disamping untuk meningkatkan oksigen, pengaerasian juga berguna agar cyste yang sedang ditetaskan tidak mengendap. Suhu sangat mempengaruhi lamanya waktu penetasan dan suhu optimal untuk penetasan Artemia adalah 26-29oC. Pada suhu dibawah 25oC Artemia akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menetas dan pada suhu diatas 33oC dapat menyebabkan kematian cyste. Kadar garam optimal untuk penetasan adalah antara 5 – 35 ppt, namun untuk keperluan praktis biasanya digunakan air laut (kadar garam antara 25–35 ppt). Nilai pH air harus dipertahankan pada nilai 8 agar diperoleh penetasan yang optimal. Adapun iluminasi pada saat penetasan sebaiknya 2000 lux.
Hal lain yang menentukan derajat penetasan cyste adalah kepadatan cyste yang akan ditetaskan. Pada penetasan skala kecil (volume < 20l) kepadatan cyste dapat mencapai 5 g per liter air. Akan tetapi pada skala yang lebih besar agar diperoleh daya tetas yang baik maka kepadatan harus diturunkan menjadi 2 g per liter air. Artemia akan menetas setelah 18-24 jam. Artemia yang sudah menetas dapat diketahui secara sederhana yakni dengan melihat perubahan warna di media penetasan. Artemia yang belum menetas pada umumnya berwarna cokelat muda, akan tetapi setelah menetas warna media berubah menjadi oranye. Warna orange belum menjamin Artemia sudah menetas sempurna, oleh karena itu untuk meyakinkan bahwa Artemia sudah menetas secara sempurna disamping melihat perubahan warna juga dengan mengambil contohArtemia dengan menggunakan beaker glass. Jika seluruh nauplius Artemia sudah berenang bebas maka itu menunjukkan penetasan selesai. Akan tetapi jika masih banyak yang terbungkus membran, maka harus ditunggu 1-2 jam agar semua Artemia menetas secara sempurna.
perkembangan artemia pada inkubasi dalam air laut, dari kysta sampai Nauplius

Kista menetas menjadi Artemia stadia nauplius. Setelah menetas sempurna, secara visual dapat terlihat terjadinya perubahan warna dari coklat muda menjadi oranye. Hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam pemanenan nauplius Artemia adalah jangan sampai tercampur antara Artemia dan cangkang. Hal ini perlu dihindari mengingat cangkang Artemia tersebut mengandung bahan organik yang dapat menjadi substrat perkembangbiakan bakteri. Setelah 18 jam dimasukan dalam bak penetasan maka pengecekan apakah Artemia dalam wadah penetasan sudah menetas atau belum.
Pengecekan dilakukan dengan cara mematikan aerasi.Sesaat setelah aerasi dimatikan, jika secara kasat mata keseluruhan nauplius sudah berenang bebas maka pemanenan dapat dilakukan dan aerasi tetap dimatikan. Jika sebagian besar nauplius masih terbungkus membran dan belum berenang bebas maka aerasi dihidupkan kembali. Selanjutnya 1 atau 2 jam kemudian dilakukan pengecekan ulang. Langkah awal pemanenan Artemia dengan mematikan aerasi bagian atas dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Hal dengan tujuan antara nauplius dan cangkang Artemia. Cangkang Artemia akan mengambang berkumpul di permukaan air. Nauplius Artemia akan berenang menuju ke arah cahaya. Karena bagian bawah wadah tranparan dan ditembus cahaya maka nauplius Artemia akan berkumpul di dasar wadah penetasan. Oleh karena itu pada saat pemanenan nauplius, sebaiknya bagian dasar wadah disinari lampu dari arah samping. Selain nauplius, di dasar wadah juga akan terkumpul kista yang tidak menetas. Aerasi tetap dimatikan selama 10 menit. Setelah semua cangkang berkumpul di atas permukaan air dan terpisah dengan nauplius yang berada di dasar wadah maka pemanenan dapat dilakukan dengan cara membuka kran pada dasar wadah (jika ada) atau dengan cara menyipon dasar. Sebelum kran dibuka atau disipon, ujung kran atau selang kecil dibungkus saringan yang berukuran 125 mikron dan dibawah saringan disimpan wadah agar nauplius Artemia tetap berada dalam media air. Setelah semua nauplius terpanen, kran ditutup atau penyiponan dihentikan. Pada saat pemanenan hindarilah terbawanya cangkang. Artemia yang tersaring kemudian dibilas dengan air laut bersih dan siap diberikan ke larva ikan atau udang. Selanjutnya air dan cangkang yang tersisa di wadah penetasan dibuang dan dibersihkan.

cara memanen artemia

Menurut Watanabe (1988) zooplankton dapat ditingkatkan mutunya dengan teknik bioenkapsulasi dengan mengguna-an teknik omega yeast (ragi omega). Omega tiga merupakan salah satu jenis asam lemak tidak jenuh tinggi yaitu asam lemak yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap. Asam lemak ini tidak dapat disintesis di dalam tubuh dan merupakan salah satu dari asam lemak essensial. Ada dua metode yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pakan alami yaitu :
1. Indirect Method yaitu metode tidak langsung.
Metode pengkayaan zooplankton secara tidak langsung dilakukan dengan cara memelihara zooplankton dengan media Chlorella dan ragi roti Saccharomyces cerevisiae, dengan dosis sebanyak 1 gram yeast/106 sel/ml air alut perhari.
2. Direct Method yaitu metode langsung.
Metode pengkayaan zooplankton secra tidak langsung adalah dengan cara membuat emulsi lipid. Lipids yang mengandung ω 3 HUFA di homogenisasi dengan sedikit kuning telur mentah dan air yang akan menghasilkan emulsi dan secara langsung diberikan kepada pakan alami dicampur dengan ragi roti. Tahapannya adalah sebagai berikut :
- Pembuatan emulsi lipid (mayonnaise)
- Pengecekkan ke Homo-enisasi emulsi dibawah mikroskop
- Pencampuran dengan ragi roti
- Pemasukan emulsi kedalam media pakan alami
- Pemberian pakan alami langsung ke larva ikan
Pengayaan terhadap Artemia salina sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari pakan tersebut. Artemia salina merupakan salah satu jenis pakan alami dari kelompok zooplankton yang dapat diberikan kepada larva ikan konsumsi atau ikan hias. Pada stadia larva semua jenis ikan sangat membutuhkan nutrisi yang lengkap agar pertumbuhan larva sempurna sesuai dengan kebutuhannya. Pengkayaan terhadap pakan alami ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari Jepang dapat meningkatkan pertumbuhan.
Pemenuhan kebutuhan akan asam lemak essensial oleh larva ikan dapat dipenuhi dengan pemberian sumber pakan yang tepat yang berasal dari hewani dan nabati pada pengkayaan pakan alami seperti minyak ikan dan minyak jagung. Pada umumnya komposisi minyak ikan laut lebih komplek dan mengandung asam lemak tak jenuh berantai panjang pada minyak ikan laut terdiri dari asam lemak C18, C20 dan C22 dengan kandungan C20 dan C22 yang tinggi dan kandungan C16 dan C18 yang rendah. Sedangkan kandungan asam lemak ikan air tawar mengandung C16 dan C18 yang tinggi serta C20 dan C22 yang rendah. Komposisi lain yang terkandung dalam minyak ikan adalah lilin ester, diasil gliserol eter, plasmalogen netral dan fosfolipid. Terdapat pula sejumlah kecil fraksi yang tak tersabunkan, antara lain adalah : vitamin, sterol, hidrokarbon dan pigmen, dimana komponen-komponen ini banyak ditemukanpada minyak hati ikan bertulang rawan.
Bahan yang kaya akan asam lemak n-6 umumnya banyak dikandung oleh minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak jagung mengandung asam lemak linoleat (n-6) sekitar 53% (Stickney, 1979). Minyak jagung diperoleh dengan jalan ekstraksi bagian lembaga, baik dengan tekanan tinggi maupun dengan jalan ekstraksi menggunakan pelarut. Dalam pembuatan bahan emulsi untuk memperkaya Daphnia sp dapat ditambahkan juga kuning telur ayam mentah dan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae ). Kandungan asam lemak dari beberapa bahan yang dapat dipergunakan untuk membuat emulsi bioenkapsulasi.

Makalah Biologi Struktur Dan Fungsi Sel

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sel merupakan kesatuan dasar sruktural dan fungsional makhluk hidup. Sebagai kesatuan struktural berarti makhluk hidup terdiri atas sel-sel. Makhluk hidup yang terdiri atas satu sel disebut makhluk hidup bersel tunggal (uniseluler = monoseluler) dan makhluk hidup yang terdiri dari banyak sel disebut makhluk hidup multiseluler.
Sel sebagai unit fungsional berarti seluruh fungsi kehidupan/ aktivitas kehidupan (proses metabolisme, reproduksi, iritabilitas, digestivus, ekskresi dan lainnya) pada makhluk hidup bersel tunggal dan bersel banyak berlangsung di dalam tubuh yang dilakukan oleh sel.



1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Mengidentifikasi sel prokariotik dan sel eukariotik
2. Mengidentifikasi struktur dan fungsi organel sel
3. Mengidentifikasi perbedaan sel hewan dan sel tumbuhan

1.3 Tujuan Ingin Dicapai
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Diharapkan dapat memahami struktur dan fungsi sel tumbuhan dan hewan dalam kehidupan.
2. Mengidentifikasi perbedaan struktur dan fungsi sel tumbuhan dan hewan dalam kehidupan.
3. Sebagai salah satu tugas yang dibebankan oleh guru mata pelajaran biologi.

1.4 Metode Yang Digunakan
Metode deskriftif dengan teknik study kepustakaan atau literature, yaitu pengetahuan yang bersumber dari beberapa media tulis baik berupa buku, litelatur dan media lainnya yang tentu ada kaitannya masalah-masalah yang di bahas di dalam makalah ini.

BAB II
STRUKTUR DAN FUNGSI SEL
2.1. Struktur sel prokariotik dan eukariotik
Istilah sel pertama kali dikemukakan oleh Robert Hooke, Ilmuwan Inggris, pada tahun 1665 yang berarti ruangan kosong. Ia meneliti sayatan gabus di bawah mikroskop yang terdiri atas ruangan-ruangan yang dibatasi oleh dinding. Hal tersebut benar karena sel-sel gabus merupakan sel-sel yang telah mati sehingga di dalam sel tersebut kosong, tidak berisi.
Pada tahun 1839, seorang biolog Perancis, Felix Durjadin meneliti beberapa jenis sel hidup dan menemukan isi dalam rongga sel yang penyusunnya disebut sarcode. Johanes Purkinje (1789-1869) mengadakan perubahan nama Sarcode menjadi protoplasma. Max Schultze (1825-1874), seorang anatomi mengemukakan protoplasma merupakan dasar fisik kehidupan.
Theodore Schwann (1801-1881), seorang pakar zoologi Jerman, meneliti secara cermat dan intensif sel-sel hewan; dan Mathias Schleiden (1804 1881), pakar botani Jerman meneliti sel-sel tumbuhan. Berdasarkan hasil pengamatannya, kedua peneliti tersebut mengemukakan bahwa baik tubuh hewan maupun tubuh tumbuhan terdiri atas sel-sel.
Perkembangan pengetahuan tentang sel tidak terlepas dari perkembangan ilmu di bidang lainnya. Dengan teknik pewarnaan secara histokimia dan penggunakan mikroskop elektron, terungkap bahwa di dalam sitoplasma, terdapat berbagai macam organel (organ kecil).
Semua sel mempunyai sifat-sifat dasar secara umum. Semua sel dibatasi oleh membran plasma. Di dalamnya terdapat bahan semicair yang dinamakan sitosol yang mengandung organel-organel. Semua sel mengandung kromosom, yang membawa gen-gen (DNA, asam nukleat deoksiribosa). Semua sel mengandung ribosom yang merupakan organel kecil yang berfungsi membentuk protein menurut instruksi dari gen.

Berdasarkan keadaan intinya, sel dibedakan dalam dua macam, yaitu: sel prokariotik dan sel eukariotik. Pada sel prokariotik, materi inti (DNA) terdapat dalam nukleoid yang tidak dibatasi oleh membran inti. Contoh sel prokariotik ialah bakteri, dan gangang biru yang termasuk Monera. Sedangkan pada sel eukariotik terdapat membran inti, yang memisahkan materi inti (DNA dan protein histon membentuk kromosom) dari sitoplasma. Sel eukariotik dijumpai pada Tumbuhan, Hewan, Cendawan, dan Protista.
Sel bakteri dibatasi oleh membran plasma. Di dalamnya terdapat nukleoid (DNA) tanpa dibatasi oleh membran inti, dan ribosom (lihat Gambar 2.1 Di sebelah luar dari membran plasma terdapat dinding sel yang disusun oleh peptidoglikan (kompleks gula dan protein). Pada sebagian bakteri sel tersebut dibungkus oleh kapsul (disusun oleh gula). Bakteri mempunyai alat gerak berupa flagel. Pada permukaan sel bakteri terdapat pili yang dapat digunakan untuk menempel pada substratnya. Pada bakteri fotosintetik dan ganggang hijau biru terdapat klorofil yang tersebar dalam sitoplasma, tanpa membran yang membatasinya dengan bagian sel lainnya. Jadi, sel prokariotik ada yang mempunyai klorofil tetapi tidak dalam kloroplas (plastid yang berwarna hijau). Sel prokariotik mempunyai ukuran yang jauh lebih kecil (kurang lebih sepersepuluhnya) dari sel eukariotik.





Gambar 2.1 Sel bakteri prokariotik (Campbell et al, 2006).

Pada sel tumbuhan, sel hewan, dan sel eukariotik lainnya, selain membran plasma yang membatasi sel dengan lingkungan luarnya, juga terdapat sistem membran dalam (internal) yang membatasi organel- organel di bagian dalam sel dengan sitoplasma (lihat Gambar 2.2). Nukleus (inti) dibatasi oleh membran inti sehingga bahan-bahan yang ada di dalamnya terpisah dari sitoplasma. Vakuola terpisah dari sitoplasma karena dibatasi oleh membran (tonoplas). Demikian juga pada organel bermembran lainnya, yang terpisah satu sama lain sehingga masing-masing organel menyelenggarakan reaksi-reaksi kimia secara terpisah. Dengan kata lain, sel eukariotik telah mengalami kompartementasi, terbagi dalam beberapa ruang.


Sel Tumbuhan

Sel Hewan

Secara ringkas, perbedaan sel prokariotik dan sel eukariotik dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Perbedaan sel prokariotik dan sel eukariotik

Keterangan: - (tidak ada); + (ada)

Berdasarkan jumlah kromosom dan fungsinya, sel dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu sel somatik dan sel reproduktif. Sel somatik merupakan sel-sel penyusun tubuh, dengan jumlah kromosom 2n (diploid). Dalam proses pertumbuhan makhluk hidup multiseluler sel somatic mengalami proses pembelahan mitosis. Sel reproduktif berfungsi untuk perbanyakan makhluk hidup secara seksual. Sel ini dibentuk melalui proses meiosis sehingga mempunyai jumlah kromosom n (haploid).
Bagian sel ada yang bersifat hidup dan ada yang mati. Bagian sel yang hidup dikenal sebagai protoplasma, terdiri atas inti dan sitoplasma. Bagian mati berupa dinding sel dan isi vakuola.
Sel-sel pada tubuh hewan dan tumbuhan termasuk dalam golongan sel eukariotik, sedangkan pada mikroorganisme ada yang eukariotik misalnya protozoa, protista, dan fungi. Ada pula yang bersifat prokariotik misalnya pada bakteri dan ganggang biru.

2.2. Struktur dan fungsi organel sel
Sel merupakan kesatuan structural dan fungsional penyusun makhluk hidup yang dapat memperbanyak diri. Aktivitas yang ada dalam sel terjadi dalam organel-organel yang mendukung fungsi-fungsi tertentu.
Adapun fungsi dari bagian-bagian penyusun sel adalah sebagai berikut:
2.2.1. Dinding sel
Dinding sel bersifat permeabel, berfungsi sebagai pelindung dan pemberi bentuk tubuh. Sel-sel yang mempunyai dinding sel antara lain: bakteri, cendawan, ganggang (protista), dan tumbuhan. Kelompok makhluk hidup tersebut mempunyai sel dengan bentuk yang jelas dan kaku (rigid). Pada protozoa (protista) dan hewan tidak mempunyai dinding sel, sehingga bentuk selnya kurang jelas dan fleksibel, tidak kaku. Pada bagian tertentu dari dinding sel tidak ikut mengalami penebalan dan memiliki plasmodesmata (Gambar 2.3), disebut noktah (titik).
Noktah pada batang pinus

Plasmodesmata


2.2.2. Membran plasma
Membran plasma membatasi sel dengan lingkungan luar, bersifat semi/selektif permeabel, berfungsi mengatur pemasukan dan pengeluaran zat ke dalam dan ke luar sel dengan cara difusi, osmosis, dan transport aktif. Membran plasma disusun oleh fosfolipid, proten, kolesterol, dl.
2.2.3. Sitoplasma
Sitoplasma merupakan cairan sel yang berada di luar inti, terdiri atas air dan zat-zat yang terlarut serta berbagai macam organel sel hidup. Organel-organel yang terdapat dalam sitoplasma antara lain:
a. Retikulum Endoplasma (RE) berupa saluran-saluran yang dibentuk oleh membran (Gambar 2.4). RE terbagi dua macam, yaitu RE halus dan RE kasar.

Gambar 2.4 Retikulum Endoplasma

Pada RE kasar terdapat ribosom, berfungsi sebagai tempat sintesis protein. Sedangkan pada RE halus tidak terdapat ribosom, berfungsi sebagai tempat sintesis lipid

b. Ribosom terdiri atas dua unit yang kaya akan RNA, berperan dalam sintesis protein. Ribosom ada yang menempel pada RE kasar dan ada yang terdapat bebas dalam sitoplasma.
c. Mitokondria memiliki membran rangkap, membran luar dan membran dalam. Di antara kedua membran tersebut terdapat ruang antar membran. Membran dalam berlekuk-lekuk disebut krista yang berfungsi untuk memperluas bidang permukaan agar proses penyerapan oksigen dan pembentukan energi lebih efektif. Pada bagian membrane dalam terdapat enzim ATP sintase yang berfungsi sebagai tempat sintesis ATP. Fungsi mitokondria ini adalah tempat respirasi aerob.

Gambar 2.5. Mitokondria (Campbell, et al 2006)

d. Lisosom berupa butiran kecil/bundar, berisi enzim pencerna yang berfungsi dalam pencernaan intrasel
e. Aparatus Golgi (Badan Golgi) berupa tumpukan kantung-kantung pipih, berfungsi sebagai tempat sintesis dari sekret (seperti getah pencernaan, banyak ditemukan pada sel kelenjar), membentuk protein dan asam inti (DNA/RNA), serta membentuk dinding dan membran sel.
f. Plastida
Berbentuk bulat cakram yang ditemukan pada tumbuhan, terbagi atas tiga macam:
- Leukoplas = Amiloplas: plastida yang tidak berwarna, dapat membentuk dan menyimpan butir-butir zat tepung/pati.
- Kromoplas adalah plastida berwarna selain hijau, karena adanya pigmen: melanin (hitam), likopin (merah), xantophil (kuning), karoten (jingga), fikosianin (biru), dan fikoeritrin (coklat).
- Kloroplas merupakan plastida berwarna hijau, karena mengandung zat hijau daun (klorofil), terdiri atas: klorofil a (warna hijau biru=C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (warna hijau kuning=C55H70O6N4Mg).

Gambar 2.6. Kloroplas (Campbell, et al 2003)

g. Vakuola berbentuk rongga bulat, berisi senyawa kimia tertentu atau sisa produk metabolisme sel, yang mengandung berbagai macam zat sesuai pada jenis selnya. Misalnya dapat berisi garam nitrat pada tanaman tembakau, tanin pada sel-sel kulit kayu, minyak eteris pada kayu putih dan mawar, terpentin pada damar, kinin pada kina, nikotin pada tembakau, likopersin pada tomat, piperin pada lada.
h. Nukleus (Inti sel) dibatasi oleh membran inti, mengandung benang- benang kromatin dan nukleolus (anak inti sel). Membran inti terdiri atas dua lapis dan mempunyai pori. Benang-benang kromatin akan memendek pada waktu proses pembelahan sel membentuk kromosom. Nukleus berfungsi mengatur segala aktivitas yang terjadi dalam sel (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Nukleus dan Retikulum Endoplasma
kasar (Campbell, et al 2006)

2.3. Perbedaan sel tumbuhan dan sel hewan
Data observasi dengan menggunakan mikroskop cahaya pada sediaan sel daun tumbuhan (Elodea sp) dan sel epitel pipi manusia diperoleh hasil sesuai Tabel 2.2

Tabel 2.2. Perbandingan sel Elodea dan sel epitel pipi

Dari Tabel 2.2 kalian dapat mengetahui persamaan antara sel hewan dan sel tumbuhan, yaitu bagian-bagian yang dijumpai pada sel Elodea dan epitel pipi (sebutkan!) Demikian juga kalian dapat mengetahui ciri-ciri khas tumbuhan, yaitu bagian-bagian yang dijumpai pada sel Elodea tetapi tidak dijumpai pada sel epitel pipi. Dengan adanya kloroplas pada sel Elodea maka tumbuhan ini dapat mensintesis makanannya sendiri melalui proses fotosintesis. Demikian juga adanya dinding sel pada sel Elodea menjadikan bentuk selnya lebih jelas dibandingkan pada sel pipi.
Jika kita amati secara cermat, kloroplas, dan inti sel Elode terletak di pinggir dekat ke dinding sel. Hal ini disebabkan dibagian tengah dari sel tumbuhan terdapat adanya vakuola besar yang terletak di tengah-tengah sel (disebut vakuola sentral), sedangkan pada sel.

2.4. Ciri-ciri mahluk hidup
Selain ada perbedaan, antara hewan dan tumbuhan juga mempunyai banyak persamaan yang merupakan ciri makhluk hidup. Ciri-ciri makhluk hidup antara lain: memerlukan makanan (nutrisi), bernafas (respirasi), ekskresi, sintesis, tumbuh dan berkembang, regulasi, reproduksi, iritabilitas, adaptasi, interaksi dengan lingkungan, serta bentuk dan ukuran tertentu, terdiri dari sel.
a. Nutrisi
Makhluk hidup memerlukan makanan dan memilih jenis makanan yang sesuai dengan kondisi tubuhnya. Makanan tersebut akan mengalami proses pemecahan secara enzimatis untuk mendapatkan energi dalam melakukan aktivitas, penyusun sel-sel, dan mengganti bagian yang rusak. Makanan yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas hidup disebut nutrisi.
b. Respirasi
Respirasi atau pernafasan adalah proses penyederhanaan senyawa kimia dari zat makanan untuk mendapatkan energi. Pernafasan dapat terjadi secara:
* Aerob (memerlukan oksigen)
* Anaerob (tidak menggunakan oksigen, melalui proses fermentasi).
c. Ekskresi
Pengeluaran senyawa-senyawa kimia sisa metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh makhluk hidup, dan bila terdapat dalam tubuh akan bersifat toksik (meracuni).
d. Sintesis
Dalam tubuh terjadi perubahan dari suatu senyawa ke senyawa lain untuk kepentingan penyusun tubuh, memelihara kelangsungan hidup, dan mempertahankan tubuh dalam berinteraksi dengan lingkungan. Penyusunan senyawa kimia dalam tubuh untuk aktivitas hidup dinamakan sintesis.
e. Pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya volume dan jumlah sel serta jumlah senyawa kimia dalam tubuh yang bersifat irreversible (tidak kembali ke asal) pada jangka waktu tertentu. Perkembangan adalah pertumbuhan yang diikuti dengan berubah
sifat menuju kedewasaan. Sedangkan diferensiasi adalah pertumbuhan sel diikuti dengan spesialisasi (fungsi khusus) sel.
f. Regulasi
Pengaturan baik secara kuantitas maupun kualitas pada setiap saat terhadap sruktur suatu sistem metabolisme dalam makhluk hidup disebut dengan regulasi.
g. Iritabilitas
Iritabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan makhluk hidup menerima rangsang dan sanggup mengadakan respons terhadap rangsangan tersebut.
h. Reproduksi
Proses bertambahnya jumlah individu yang berperan untuk kelestarian keturunannya disebut reproduksi.
i. Adaptasi
Penyesuaian diri dengan keadaan lingkungan pada waktu yang relatif pendek disebut toleransi, sedangkan toleransi yang berlangsung dalam waktu yang relatif panjang disebut adaptasi.
j. Interaksi
Untuk menjaga stabilitas hidupnya atau mempertahankan hidupnya makhluk hidup harus bersaing dengan individu lain. Persaingan terjadi dalam mendapatkan tempat hidup, makanan, cahaya dan lainnya.
k. Makhluk hidup memiliki bentuk dan ukuran tertentu, dan terdiri dari sel.
Makhluk hidup sangat bervariasi baik jenis maupun bentuk serta ukurannya, tetapi setiap jenis menunjukkan bentuk yang spesifik serta ukuran tertentu pula. Variasi dalam satu jenis tidak dapat menghilangkan bentuk spesifiknya. Makhluk hidup memiliki kesamaan yaitu tersusun oleh sel.
Bagaimana dengan virus? Apakah virus merupakan makhluk hidup atau benda mati ? Virus terdiri dari asam nukleat (DNA/RNA) yang dibatasi oleh mantel protein, bukan merupakan sel. Virus dapat dikristalkan (ciri benda mati). Virus memiliki sifat makhluk hidup, yaitu: dapat berkembangbiak dan beradaptasi dengan melalui mutasi. Namun demikian virus hanya dapat hidup dan berkembangbiak dalam tubuh makhluk hidup. Dalam media buatan virus tidak dapat hidup dan berkembangbiak. Oleh karena itu, sebagian ahli biologi menempatkan virus sebagai ’jembatan’ antara yang mahkluk hidup dan benda mati.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Sel pertama sekali ditemukan Ilmuwan Inggris, Robert Hooke (1665) dengan meneliti sayatan gabus di bawah mikroskop yang terdiri dari ruangan-ruangan yang dibatasi oleh dinding disebut sel. Pada tahun 1839, seorang biolog Perancis, Felix Durjadin menemukan isi penyusun dalam rongga sel disebut sarcode. Johanes Purkinje (1789-
1869) mengadakan perubahan nama sarcode menjadi protoplasma. Theodore Schwann (1801-1881), seorang pakar zoologi Jerman dan Mathias Schleiden (1804-1881), pakar botani Jerman mengemukakan bahwa tubuh hewan dan tumbuhan terdiri atas sel-sel. Robert Brown (1831), seorang biolog Skotlandia menemukan inti (nukleus). Max
Schultze (1825-1874), seorang pakar anatomi mengemukakan protoplasma merupakan dasar fisik kehidupan. Rudolf Virchow mengatakan sel berasal dari sel “Omnis Cellula Cellula”.
Sel dibedakan atas beberapa bentuk, diantaranya berdasarkan keadaan inti sel (sel eukariotik dan prokariotik), berdasarkan keadaan kromosom dan fungsinya (sel somatik dan reproduktif), berdasarkan sifatnya (bagian hidup dan bagian yang mati).
Sel tumbuhan terdiri atas: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, dan organel-organel (retikulum endoplasma kasar dan halus, ribosom, mitokondria, apartus golgi, plastida, vakuola sentral dan nukleus). Sedangkan sel hewan terdiri atas membran sel, sitoplasma dan organel-organel (retikulum endoplasma kasar dan halus, ribosom, mitokondria, lisosom, aparatus golgi, vakuola, dan nukleus).
Perbedaan sel tumbuhan dan sel hewan adalah sel tumbuhan bentuknya tetap, terdiri dari dinding sel yang mengandung selulosa, terdapat butir plastida, dan vakuola sentral yang besar, tidak ada lisosom dan sentriol. Sedangkan sel hewan bentuknya bervariasi, tidak ada butir plastida, vakuola kecil, terdapat lisosom dan sentriol.
Makhluk hidup memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut: dapat melakukan nutrisi, transportasi, respirasi, ekskresi, sintesis, pertumbuhan dan perkembangan, regulasi, iritabilitas, reproduksi, adaptasi, interaksi, memiliki bentuk dan ukuran tertentu, serta terdiri dari sel. Virus merupakan ’jembatan’ antara makhluk hidup dan benda mati.


3.2 Saran
• Bagi kita dan generasi akan datang sudah sepatutnya untuk mengetahui struktur dan fungsi organel sel pada mahluk hidup, dan perbedaan antara sel hewan dan tumbuhan.
• Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang bahasan ini bisa membaca buku atau majalah-majalah yang memuat tentang

DAFTAR PUSTAKA

Alberts B. 1994. Biologi Molekuler Sel, Edisi Kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2004. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (GBPP) Mata Pelajaran Biologi. Depdikbud, Jakarta.

Siregar. Ameilia Z. 2008.Biologi Pertanian, Jilid 1. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Keramba Jaring Apung (KJA)

Wadah budidaya ikan selanjutnya yang dapat digunakan oleh masyarakat yang tidak memiliki lahan darat dalam bentuk kolam, masyarakat dapat melakukan budidaya ikan di perairan umum. Budidaya ikan dengan menggunakan karamba merupakan alternatif wadah budidaya ikan yang sangat potensial untuk dikembangkan karena seperti diketahui wilayah Indonesia ini terdiri dari 70% perairan baik air tawar maupun air laut. Dengan menggunakan wadah budidaya karamba dapat diterapkan beberapa system budidaya ikan yaitu secara ekstensif, semi intensif maupun intensif disesuaikan dengan kemampuan para pembudidaya ikan. Jenis-jenis wadah yang dapat digunakan dalam membudidayakan ikan dengan karamba ada beberapa antara lain adalah karamba jarring terapung, karamba bambu tradisional dengan berbagai bentuk bergantung pada kebiasaan masyarakat sekitar. Teknologi yang digunakan dalam membudidayakan ikan dengan karamba ini relatif tidak mahal dan sederhana, tidak memerlukan lahan daratan menjadi badan air yang baru serta dapat meningkatkan produksi perikanan budidaya. Jenis karamba jaring apung yang digunakan untuk membudidayakan ikan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.


Dalam mendesain konstruksi wadah budidaya ikan disesuaikan dengan lokasi yang dipilih untuk membuat budidaya ikan dijaring terapung. Budidaya ikan dijaring terapung dapat dilakukan untuk komoditas ikan air tawar dan ikan air laut. Sebelum membuat konstruksi wadah karamba jaring terapung pemilihan lokasi yang tepat dari aspek sosial ekonomis dan teknis benar. Sama seperti wadah budidaya ikan sebelumnya persyaratan secara teknis dan sosial ekonomis dalam memilih lahan yang akan digunakan untuk melakukan budidaya ikan harus diperhatikan. Aspek sosial ekonomis yang sangat umum yang harus dipertimbangkan adalah lokasi tersebut dekat dengan pusat kegiatan yang mendukung operasionalisasi suatu usaha seperti tempat penjualan pakan, pembeli ikan dan lokasi yang dipilih merupakan daerah pengembangan budidaya ikan sehingga mempunyai prasarana jalan yang baik serta keamanan terjamin. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi usaha budidaya ikan di karamba jaring terapung antara lain adalah :
1. Arus air.
Arus air pada lokasi yang dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar perairan. Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan yang akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan agar unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang tidak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan ditengah perairan sejajar dengan garis pantai.
2. Tingkat kesuburan.
Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik), sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung dengan sistem intensif adalah perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang.Jika perairan dengan tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung maka hal ini sangat beresiko tinggi karena pada perairan eutropik kandungan oksigen terlarut pada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi.
3. Bebas dari pencemaran.
Dalam dunia perikanan, yang dimaksud dengan pencemaran perairan adalah penambahan sesuatu berupa bahan atau energi ke dalam perairan yang menyebabkan perubahan kualitas air sehingga mengurangi atau merusak nilai guna air dan sumber air perairan tersebut. Bahan pencemar yang biasa masuk kedalam suatu badan perairan pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pencemar yang sulit terurai dan bahan pencemar yang mudah terurai. Contoh bahan pencemar yang sulit terurai berupa persenyawaan logam berat, sianida, DDT atau bahan organik sintetis. Contoh bahan pencemar yang mudah terurai berupa limbah rumah tangga, bakteri, limbah panas atau limbah organik. Kedua jenis bahan pencemar tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab kedua adalah keadaan alam seperti : banjir atau gunung meletus. Jika lokasi budidaya mengandung bahan pencemar maka akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan yang dipelihara didalam wadah budidaya ikan tersebut.
4. Kualitas air.
Dalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai setiap perubahan (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Jadi perairan yang dipilih harus berkualitas air yang memenuhi persyaratan bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan yang akan dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi.

Setelah mendapatkan lokasi yang memenuhi persyaratan teknis maupun sosial ekonomis maka harus dilakukan perencanaan selanjutnya. Perencanaan disesuaikan dengan data yang diperoleh pada waktu melakukan survey lokasi. Perencanaan tersebut dapat dibuat dengan membuat gambar dari konstruksi wadah budidaya yang akan dibuat. Konstruksi wadah jaring terapung terdiri dari beberapa bagian, antara lain :
1. Kerangka
Kerangka (bingkai) jaring terapung dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi bahan anti karat (cat besi). Memilih bahan untuk kerangka, sebaiknya disesuai-kan dengan ketersediaan bahan di lokasi budidaya dan nilai ekonomis dari bahan tersebut.
Kayu atau bambu secara ekonomis memang lebih murah dibandingkan dengan besi anti karat, tetapi jika dilihat dari masa pakai dengan menggunakan kayu atau bambu jangka waktu (usia teknisnya) hanya 1,5–2 tahun. Sesudah 1,5–2 tahun masa pakai, kerangka yang terbuat dari kayu atau bambu ini sudah tidak layak pakai dan harus direnofasi kembali. Jika akan memakai besi anti karat sebagai kerangka jaring pada umumnya usia ekonomis/ angka waktu pemakaiannya relatif lebih lama, yaitu antara 4–5 tahun.
Pada umumnya petani ikan di jaring terapung menggunakan bamboo sebagai bahan utama pembuatan kerangka, karena selain harganya relatif murah juga ketersediaannya di lokasi budidaya sangat banyak.
Bambu yang digunakan untuk kerangka sebaiknya mempunyai garis tengah 5 – 7 cm di bagian pangkalnya, dan bagian ujungnya berukuran antara 3 – 5 cm. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu tali. Ada juga jenis bambu gombong yang mempunyai diameter 12 -15 cm tetapi jenis bambu ini kurang baik digunakan untuk kerangka karena cepat lapuk.
Ukuran kerangka jaring terapung berkisar antara 5 X 5 meter sampai 10 X 10 meter. Petani ikan jaring terapung di perairan cirata pada umumnya menggunakan kerangka dari bambu dengan ukuran 7 X 7 meter. Kerangka dari jaring apung umumnya dibuat tidak hanya satu petak/kantong tetapi satu unit. Satu unit jaring terapung terdiri dari empat buah petak/kantong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3

2. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka/ jaring terapung. Bahan yang digunakan sebagai pelampung berupa drum (besi atau plastik) yang berkapasitas 200 liter, busa plastik (stryrofoam) atau fiberglass. Jenis pelampung yang akan digunakan biasanya dilihat berdasarkan lama pemakaian. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
tabel 1

3. Pengikat
Tali pengikat sebaiknya terbuat dari bahan yang kuat, seperti tambang plastik, kawat ukuran 5 mm, besi beton ukuran 8 mm atau 10 mm. Tali pengikat ini digunakan untuk mengikat kerangka jaring terapung, pelampung atau jaring. Jika akan menggunakan pelampung dari drum maka drum harus terlebih dahulu dicat dengan menggunakan cat yang mengandung bahan anti karat.
Jumlah pelampung yang akan digunakan disesuaikan dengan besarnya kerangka jaring apung yang akan dibuat. Jaring terapung berukuran 7 X 7 meter, dalam satu unit jaring terapung membutuhkan pelampung antara 33 – 35 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.  
                            Gambar 4


                       Gambar 5
4. Jangkar
Jangkar berfungsi sebagai penahan jarring terapung agar rakit jaring terapung tidak hanyut terbawa oleh arus air dan angin yang kencang. Jangkar terbuat dari bahan batu, semen atau besi. Pemberat diberi tali pemberat/tali jangkar yang terbuat dari tambang plastic yang berdiameter sekitar 10 mm – 15 mm. Jumlah pemberat untuk satu unit jaring terapung empat petak/kantong adalah sebanyak 4 buah. Pemberat diikatkan pada masing-masing sudut dari kerangka jaring terapung. Berat jangkar berkisar antara 50 – 75 kg. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.


5. Jaring
Jaring yang digunakan untuk budidaya ikan di perairan umum, biasanya terbuat dari bahan polyethylene atau disebut jaring trawl. Ukuran mata jaring yang digunakan tergantung dari besarnya ikan yang akan dibudidayakan. Kantong jaring terapung ini mempunyai ukuran bervariasi disesuaikan dengan jenis ikan yang dibudidayakan, untuk ikan air laut ukuran kantong jaring yang biasa digunakan berukuran mulai 2 X 2 X 2 m sampai 5 X 5 x 5 m. Sedangkan untuk jenis ikan air tawar berkisar antara 3 X 3 X 3 m sampai 7 X 7 X 2,5 m. Untuk mengurangi resiko kebocoran akibat gigitan binatang lain.
biasanya kantong jaring terapung dipasang rangkap (doubel) yaitu kantong jaring luar dan kantong jaring dalam. Ukuran jaring bagian luar biasanya mempunyai mata jaring (mesh size) yang lebih besar.
Salah satu contohnya adalah sebagai berikut :
a. Jaring polyethylene no. 380
D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) sebesar 2 inch (5,08 cm) yang dipergunakan sebagai kantong jaring luar.
b. Jaring polyethylene no. 280
D/12 dengan ukuran mata jaring 1 inch (2,5 cm) atau 1,5 inch (3,81 cm) dipergunakan sebagai kantong jaring dalam.
Jaring yang mempunyai ukuran mata jaring lebih kecil dari 1 inch biasanya digunakan untuk memelihara ikan yang berukuran lebih kecil. Di perairan umum, khususnya dalam budidaya ikan di jaring terapung ukuran jaring yang digunakan adalah ukuran ¾ - 1 inch.


Kamis, 12 November 2009

USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

Perkembangan laju pembangunan di Indonesia secara umum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengetahuan akan pentingnya gizi. Dengan majunya pembangunan, maka semakin berubah pula cara berfikir manusia kearah penguasaan ilmu dan penerapan teknologi dalam berbagai bidang terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang ada. Menyadari keadaan tersebut maka perkembangan usaha penggemukan sapi didorong oleh permintaan daging yang semakin meningkat kebutuhannya dari tahun ketahun secara terus menerus dari 1,8 kg/kapita/tahun menjadi 2,5 kg/kapita/tahun.
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan daerah yang memiliki potensi pengembangan dan menyediakan kebutuhan konsumsi daging nasional. Dilihat dari lokasi, peropinsi NAD merupakan jalur transportasi antara Sumatra Jawa yang sangat strategis bagi keluar masuknya informasi pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasil ternak. Hal tersebut sangat mendukung dalam pengembangan usaha peternakan khususnya penggemukan sapi potong.
Untuk mendapatkan produksi daging yang berkualitas dan terbebas dari penyakit yang dapat membahayakan khususnya konsumen, maka keberhasilan suatu peternakan sangat tergantung pada tatalaksana pemeliharaan yang dilakukan. Salah satunya adalah pakan. Hal ini disebabkan karena biaya pakan yang digunakan sangat besar, yaitu berkisar antara 60-70 % dari total biaya produksi yang harus dikeluarkan dalam suatu usaha peternakan. Penggunaan hijauan sebagai bahan pakan pokok dalam menyusun formulasi ransum penggemukan sapi sering menimbulkan kendala khususnya pada musim kemarau. Salah satu alternaif yang yang diambil untuk pengadaan bahan pakan hijauan dalam usaha penggemukan sapi potong adalah limbah Pertanian dan limbah agroindustri. Karena disamping mudah dalam pengadaan juga biaya infestasi yang diperlukan relatif murah, serta untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan karena limbah yang dapat mencemari lingkungan telah berubah keguanaanya sebagai pakan ternak.
1. Perkandanngan
Kandang adalah suatu tempat atau bangunan yang diperuntukkan untuk ternak agar ternak tersebut dapat hidup dalam keadaan enak dan nyaman, tidak kepanasan oleh sinar matahari, tidak basah dalam hujan, dan tidak terkena tiupan angin kencang serta melindungi ternakdari serangan ternak lain ( binatang buas ) seperti hewan pemangsa dan manusia.
Tipe kandang secara umum , memiliki dua tipe yaitu :
1. Kandang individu yaitu kandang dengan skat atau di tempatkan satu persatu , sehingga sapi lebih tenang dan tidak mudah stress.
2. Kandang koloni yaitu kandang dengan sistem sapi dalam jumlah besar di tempatkan dalam satu kandang.
Pembuatan kandang sapi untuk penggemukan memerlukan beberapa persaratan sebagai berikut :
1. Memberikan kenyamanan bagi sapi-sapi yang di gemukkan dan bagi sipemelihara ataupun pekerja kandang .
2. Memenuhi persaratan bagi kesehatan sapi
3. Mempunyai ventilasi atau pertukaran udara yang sempurna.
4. Mudah di bersihkan atau selalu terjaga kebersihannya.
5. Efisien dalam melaksanakan pekerjaan.
6. Bahan-bahan kandang yang digunakan dapat bertahan lama, tidak mudah lapuk,dan sedapat mungkin memerlukan biaya yang relatif murah.
7. Persediaan air bersih cukup.
8. Tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk.
9. Pembuangan air limbah dan kotoran harus tersalurkan dengan baik.
10. Transportasinya mudah.
(Menurut Ir. Sobri Basya Siregar. M.S)

2. Pemilihan Bibit
Pemilihan bakalan yang baik menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha.Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertambahan bobot badan harian .
Tipe ternak sapi potong adalah :
1. Kemampuan memproduksi daging cepat dan efisiren dalam pemeliharaan serta ekonomis tinggi.
2. Cepat dewasa dan efisiensi pakan tinggi.
3. Pertumbuhan cepat dan pembentukan karkas baik dengan komposisi perbandingan di mulai dari protein, lemak seimbang dengan umur tertentu.
4. Bentuk badan kotak/bulat, terutama pada lingkare dada,hal ini diperlukan untuk memilih konformasi karkas ternak.
5. Bagian tubuh yang ditilik adalah konformasi pada bagian pundak (lebar pundak), pinggang,kepala dan rusuk (perlu di raba lemak, penutup jaringan lemak pada daerah daging pinggang) serta daging kepala ekor dan pundak.
Syarat-syarat sapi potong :
1. Badan sehat, yaitu sapi yang tidak cacat tidak lesu dan bentuk tubuhnya normal
2. Bentuk tubuh proporsional, dalam posisi berdiri bagian punggung lurus.
3. Sapi yang digemukan lebih baik sapi jantan karena pertumbuhannya lebih cepat.
4. Sapi yang baik digemukan pada umur 1,5-2,5 tahun.
(Menurut Ir. Zaenal Abidin)

3. Pemberian pakan
Untuk penggemukan sapi yang relatif singkat maka ransum yang diberikan haruslah terdiri dari hijauan dan konsentrat. Tinggi rendahnya pertambahan bobot badan yang akan dicapai, sangat tergantung pada ransum yang diberikan. Pada ternak Ruminansia potong, pakan yang diberikan ada tiga macam yaitu :
1. Pakan hijauan
Pakan hijauan yaitu pakan yang berasal dari tanaman yang berupa daun-daunan, Gramaniae dan Legiminoseae, hijauan berupa hijauan segar dan hijauan kering.pemberian hijauan 10 % dari bobot badan ternak.
2. Pakan Konsentrat
Pakan Konsentrat adalah pakan penguat yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar serat kasar relatif rendah dan mudah dicerna. Konsentrat diberikan sebanyak 3 % dari bahan segar. Perbandingan pemberian antara konsentrat dan hijauan yaitu 30:70.
3. Pakan tambahan
Pakan tambahan yang umum diberikan berupa vitamin, mineral, dan urea, disesuaikan dengan kebutuhan tubuh sapi. Dinegara-negara yang sudah maju, seperti di Amerika Serikat (National Research Council/ARC), telah disusun standar kebutuhan gizi bahan pakan sesuai dengan fase kehidupan dan tingkat produksi sapi yang diperbaharui secara terus menerus.
(Menurut Ir.Sori Basya Siregar, M.S dan Ir Sunarno).



4. Pengendalian penyakit
Dalam usaha melakukan pencegahan penyakit, biasanya berfariasi tergantung dari daerah, iklim, dan epidemiologi penyakit itu sendiri. Pencegahan penyakit antara lain dilakukan dengan pengebalan tubuh ternak dengan cara vaksinasi dan sanitasi kandang yang baik.
Sapi yang digemukan tidak selamanya akan selalu ssehat dan terjaga kondisinya, olehkarna itu kesehatannya jangan sampai terganggu. Usaha untuk menjaga kesehatan sapi dapat dilakukan dengan memperhatikan Hygiene sapi dan lingkungannya, ataupun dengan tindakan-tindakan pencegahan seperti dibawah ini
1. Deworming, usaha mengeluarkan cacing dengan bahan kimia atau obat cacing. Biasanya pengobatan obat caccing ini dilakukan empat bulan sekali secara rutin, dengan menggunakan dosis yang tepat.
2. De-Ticking, yaitu membebaskan kutu dari ternak.
3. Vaksinasi, yaitu uasaha menghindarkan berbagai infeksi atau penyakit menular dengan membuat kekebalan terhadap ternak yang dipelihara. Vaksinasi penting yang biasanya dilakukan antara lain : Anthrax, Brucellosis, Rinderpeste dan TBC.
4. Usaha hygiene yaitu tindakan pencegahan penyakit lewat kebersihan. Usaha ini sangat erat kaitannya dengan tatalaksana perkandangan yang bersih, air yang cukup untuk membersihkan (memandikan sapi, mencuci kandang, dan peralatan), Draenase yang baik, ruang cukup, matahari masuk menyinari kandang, udara yang segar (sirkulasi udara) dan terhindar dari angin langsung.
5. Pemanfaatan kandang karantina, untuk mencegah penularan penyakit dari satu sapi sakit ke sapi yang lain (yang sehat), dan pemulihan kesehatan pada sapi bakalan yang baru dating.
( Menurut Bambang Y Sugeng dan AAK)

5. Pemanenan hasil
Hasil utama ternak potong adalah daging.
Untuk menentukan waktu panen didasarkan pada :
1. Keinginan konsumen yaitu apabila ada konsumen yang ingin membeli dan biasanya dipenuhi bila nilai jual menguntungkan.
2. Sistim pemeliharaan, biasanya apabila bobot badan sapi penggemukan sudah tercapai atau sudah gemuk.
3. Harga jual, Siklus harga penjualan biasanya bisa saja suatu saat / waktu harga naik atau turun ,maka waktu panen sebaiknya dilakuakan pada saat harga naik.
4. Kesehatan, apabila dalam pemeliharaan ternyata mengalami penyakit, apabila tidak sembuh maka sebaiknya dijual.
5. faktor lain :
- Kebutuhan pengusaha yang mendadak atau mendesak
- Hari raya keagamaan dan tahun baru
- Banyaknya hajatan atau permintaan
Di Indonesia, tidak semua ternak boleh dipotong, harus memiliki persyaratan-persyaratan yaitu :
1. Sehat (tidak bepenyakit)
2. Ternak yag tidakproduktif dan juga tidak di produktifkan
3. Ternak betina yang tidak bisa beranak
4. pejantan tidak dijadikan pejantan atau pejantan yang mandul
5. Ternak lain yang memang sudah di Culling (afkir)
6. Ternak tidak lelah karena bila dipotong peredaran darah tidak sempurna sehingga menyebankan daging berwarna gelap.
7. Ternak dalam keadaan darurat
- Ternak yang kecelakaan, baik dijalan atau dikandang
- Karena penyakit yang menyerang,
- Karena upacara tertentu misalnya Korban.
(Menurut Ir.Sunarno)

6. Recording
Recording berasal dari kata record yang artinya catatan atau rekaman. Recording merupakan bagian dari administrasi suatu kegiatan usaha dibidang peternakan yang memiliki peran cukup penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan usaha tersebut, karena pada dasarnya recording memuat data-data teknis yang berkaitan dengan ternak yang dibudidayakan.
Manfaat recording antara lain :
1. Usaha untuk memantau semua kegiatan teknis usaha
2. Untuk mengetahiu tingkat keberhasilan atau kegagalan usaha
3. Sebagai dasar untuk melakukan efaluasi dan tindak lanjut dalam pengembangan usaha
4. menelusuri silsilah dan latarbelakang ternak sapi, domba, ataupun kambing yang dibudidayakan untuk tujuan seleksi dan calling serta tatalaksana dalam reproduksinya.
Secara umum format recording yang diperlukan dalam budidaya ternak meliputi :
1. Identitas ternak sapi
2. Data reproduksi
3. Data reproduksi pejantan
4. Data penimbangan bobot badan
5. Data pemberian pakan
6. Data kesehatan, pemberian obat, vitamin, vaksin dan antibiotik
(Menurut Ir.Sunarno)
Sistim pemberian pakan dapat dibedakan mmenjadi 3 fase menurut pemeliharaannya yaitu :
a) Pemberian pakan fase adaptasi
Penggemukan sapi bakalan pada fase adaptasi dimulai sejak sapi tersebut masuk masa adaptasi sampai umur 15 hari. Tujuannya adalah untuk memulihkan kondisi kesehatan sapi dan mencegah timbulnya penyakit menular yang mungkin dibawa oleh sapi dari daerah asalnya.
Pada masa adaptasi ransum yang diberikan berupa hijauan dan kulit nanas kering. Setelah kelihatan cukup pulih tubuhnya maka sapi diperkenalkan dengan kulitnanas basah dan konsentrat sedikit demi sedikit.
b) Pemberian pakan fase growing
Pada fase growing ternak sudah terbiasa untuk mengkonsumsi konsentrat dan roughage sehingga rumen tidak akan atau sedikit mengalami gangguan akibat mikroba rumen untuk melakukan proses fermentasi pati, gula, serat kasar dan protein yang terdapat dalam ransum menjasdi asam lemak, asam asetat, butirat dan propionat. Pemberian pakan pada fase ini jumlah konsentrat dan roughage ditambah dan dperbandingannya diturunkan dari fase adaptasi. Fase growing ini dilakukan mulai dari umur 16-30 hari.
c) Pemberian pakan fase finising
Ransum yang diformulasikan pada massa akhir penggemukan difokuskan untuk memperoleh pertambahan boot badan yang cepat sehingga dicapai berat hidup yang siap dipasarkan. Jumlah pemberian konsentrat juga ditingkatkan untuk menjamin ketersediaan protein, lemak dan energi yang tinggi sehingga akan lebih banyak asam amino yang terurai dalam ransum oleh mikroba rumen. Pemberian pakan pada fase ini dilakukan pada umur 31-120 hari (Panen).

1. Pemberian pakan tambahan
Pakan tambahan diberikan kepada sapi yang khusus misalnya sapi sakit, masa adaptasi, dan aspi bunting atau sapi yang baru sembuh dari sakit. Selain itu pakan tambahan diberikan untuk meningkatkan nafsu makan terhadap ternak, sehingga pakan yang diberikan tidak tersisa. Pakan tambahan yang diberikan adalah kedelai sangria (delai tabur) dan kulit nanas kering. Delai tabur adalah delai khusus untuk ternak sapi, dimana delai ini memiliki kandungan protein tinggi sehingga sangat bagus untuk memacu pertumbuhan ternak. Dalam satu kali proses pembuatan delai tabur yaitu sebanyak 300 kg yang terdiri dari delai sangkrai 200 kg dan bungkil kedelai 100 kg dan kemudian dikemas menjadi 20 sak dengkan berat 15 kg per sak. Kulit nanas kering adalah kulit nanas yang sudah dikeringkan denkgan cara diopen. Kulit nanas kering ini memiliki kandungan gizi yang tinggi dan memiliki bau aroma yang wangi setelah dikeringkan (diopen) sehingga sangat bagus untuk meningkatkan nafsu makan ternak.
2. Kesehatan Ternak (Animal Health)
Dalam usaha penggemukan, kesehatan ternak sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penggemukan. Oleh karena itu kesehatan ternak harus benar-benar diperhatikan. Ternak yang mengalami gangguan kesehatan akan mengakibatkan problem dalam mencapai keberhasilan suatu usaha peternakan, karena hal tersebut akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ternak, menurunkan produksi serta pada gangguan yang lebih berat yaitu dapat menimbulkan kematian pada ternak. Adapun beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam menjaga kesehatan ternak yaitu :
 Melakukan sanitasi kandang dan perlengkapan dengan baik, benar dan teratur.
 Menjaga agar ternak selalu dalam keadaan bersih dan bebas dari segala kotoran dan benda-benda asing yang membahayakan.
 Memberikan pakan yang teratur dan baik serta berkulitas secara seimbang dan mencukupi.
 Memisahkan dengansegera ternak-ternak yang sakit untuk dillakukan penanganan lebih lanjut secara intensif.
 Memisahkan ternak yang baru datang untuk beberapa waktu dikandang karantina atau isolasi.
Di dalam menjaga kesehatan ternak sangatlah diperhatikan.sehingga ternak yang dipelihara dapat memberikan hasil yang maksimal. Dalam usaha menjaga kesehatan ternak yang dilakukan oleh perusahaan ini adalah :
1. Kontrrol rutin
Kontrol rutin ini merupakan suatu usaha untuk menjaga atau mengawasi kesehatan ternak secara menyeluruh. Kontrol rutin ini dilakukan setiap hari, oleh petugas khusus yang bekerja dibagian kesehatan atau Animal Health. Pemeliharaan menggunakan kandang koloni memiliki kelemahan yaitu ternak akan mudah terserang penyakit karena kandang tidak memiliki atap dan kondisi kandang yang kotor sehingga penularan penyakit akan cepat terjadi. Dari hal tersebut maka perlu dilakuakn pengawasan khusus yaitu pengontrolan secara rutin setiap hari supaya ternak yang terserang penyakit dapat segera ditangani. Pengontrolan ini dilakukan dengan cara memasuki kandang satu persatu agar sapi-sapi dapat diketahui keadaan kesehatannya. Dengan melihat kandang tanpa atap akan sangat rentang sekali dengan penyakit-penyakit menular dan yang bersifat parasit apalagi pada waktu musim penghujan. Kontrol rutin ini untuk mengetahui kesehatan sapi, yang dilakukan adalah membangunkan sapi yang merebah. Konrol rutin ini dilakukan dua kali dalam satu hari, yaitu pagi dan sing hari. Ternak yang terlihat berbeda dari keadaan normal berarti ternak tersebut menderita suatu penyakit, maka ternak tersebut harus dipisah dari kandang untuk dilakukan pengobatan dan dimasukan ke kandang isolasi.
2. Pengobatan
Pengobatan merupakan salah satu usaha untuk menyembuhkan ternak yang sakit. Sapi yang positif sakit langsung dipisahkan dari kandang koloni untuk mendapatkan pengobatan. Pengobatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan yang khusus menangani ternak yang sakit. Pengobatan dilakukan dikandnag penjepit agar memudahkan penangananya. Sebelum sapi diobati pertama yang harus dilakukan adalah pemberian vitamin, agar daya tahan sapi tetap terjaga sehingga proses pengobatan lebih cepat. Pengobatan yang dilalkukan antara lain dengan suntik, semprot, oles dan bedah.
a) Pengobatan dengan Suntik
Pengobatan dengan penyuntikan dilakukan berdasarkan jenis penyakit yang diderita oleh ternak. Peyuntikan ini dilakukan dengan cara intramuskuler (dalam daging). Pada penyuntikan dengan dosis yang tinggi, dilarang disuntikan pada satu tempat karena akan mengakibatkan obat yang kita berikan tidak akan bekerja dengan baik. Selain itu apabila diberikan pada satu tempat saja maka bagian yang disuntik akan sakit dan membengkak.
b) Pengobatan dengan semprot
Pengobatan dengan semprot dilakuka pada penyakit eksternal atau diluar tubuh. Misalnya penyakit kulit, infeksi yang sulit sembuh, luka pada tubuh akibat tergores dan lain-lain. Penyemprotan selain dapat menyembuhkan penyakit juga dapat mengurangi lalat yang melekat pada luka.
c) Pengobatan dengan oles
Pengobatan dengan cara oles ini biasanya dilakukan pada ternak yang terluka seperti robek, bekas pembedahan dan memar. Biasanya obat yang digunakan ini berbentuk salep atau krim. Cara pengobatan adalah sapi dimasukan kekandang jepit agar mudah penanganannya,kemudian luka dioles dengan salep atau krem dengan merata atau dilakukan pengikisan luka kering agar tidak menjadi infeksi baru. Pengolesan dilakukan beberapa kali sampai luka atau penyakit terlihat sembuh.
d) Pengobatan dengan bedah
Pengobatan dengan pembedahan ini biasanya dilakukan pada bagian kulit atau organ tubuh yang membengkak atau adanya benda asing yang perku dikeluarkan dari tubuh. Pengobatan dengan cara bedah ini biasanya dilakukan pada penyakit abses yaitu pembengkakan darah pada tubuh atau bagian kulit. Cara pengobatan dengan bedah hal pertama yang dilakukan adalah pemberian anti stress dengan cara disuntik agar sapi tenang. Pembedahan dilakukan menggunakan pisau yang tajam dan steril.
3. Penyakit dan penanggulangannya
Penyakit yang sering menyerang dalam pemeliharaan sapi adalah :
a) Pincang
Pincang yang terjadi pada ternak biasanya disebabkan karena benturan benda keras, terkilir akibat lubang yang dalam, kelainan bentuk tulang dan kram. Untuk menangani penyakit pincang yang dilakukan adalah dengan menyuntikan antibiotik yaitu steptomicin dengan dosis 15 cc perekor dan mengoleskan antiseptik pada luka yang terbuka agar tidak terjadi infeksi yang parah. Selain itu untuk menghindari sapi pincang, lantai kandang diberi alas yaitu dengan bagas, dan membersihkan lantai kandang dari benda-benda asing yang dapat menimbulkan pincang pada sapi. Untuk sapi yang pipncang harus dipisahkan dari kelompok sapi yang lain.
b) Stres
Penyakit stres dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu suara bising kendaraan atau mesin, saat penggiringan waktu ditimbang dan akibat perjalanan jauh. Untuk mengurang stress, diberikan obat anti stress yaitu elektrolit dengan dosis 0,3gram/ekor. pemberiannya dengan cara dilarutkan dalam air minum. Selain itu juga dapat dilakukan dengancara menyuntikan vitamin. Penyakit stress merupakan penyakit yang berbahaya karena apabila sapi mengalami stress akan menjadi ganas atau temperamennya berubah menjadi ganas sehingga sukar dalam penangananya.
c) Bloat
Bloat atau perut kembung merupakan penyakit yang disebabkan oleh gas yang tertimbun dalam perut dan tidak bisa keluar. Ternak yang mengalami bloat biasanya diakibatkan karena banyak memproduksi gas motan dan carbon dioksida. Bloat memiliki ciri-ciri antara lain : perut sebelah kiri atas membesar, pernafasan berat dan kontraksi rumen menjadi sangat kuat, bagian perut yang membesar bila dipukul akan bebbunyi. Penanganan yang dilakukan adalah dengan cara memberikan antibiotik panisilin atau paradril dengan dosis 10 cc/ekor untuk membearantas bakteri yang mengakibatkan gas dalam lambung.
d) Laminitis (radang kuku)
Laminitis merupakan penyakit radang kuku pada sapi. Penyakit ini biasanya disebabkan karena terkena benda-benda keras disekitar kandang. Biasanya sapi yang baru datang belum bisa beradaptasi dengan lungkunngan yang baru sehingga sering terjadi luka pada kuku sapi. Untuk menanggulangi laminitis lantai kandang diberi bagas sehingga kuku ternak yang mengalami peradangan tidak bertambah parah. Selain itu juga diberi antibiotik kartison dengan dosis 10 cc/ekor dan paradek dengan dosis 225 cc/ekor.
e) Diare
Penyakit ini disebabkan karena ransum yang basah atau kadar air tinggi, sehingga menyebabkan sapi diare. Selain itu ransum yang serat kasarnya rendah juga dapat menyebabkan diare. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan memberikan antibiotik.
f) Abses
Abses merupakan pembekakan didalam kulit yang disebabkan karena benturan benda keras atau infeksi dalam daging akibat jarum suntik yang tidak steril atau masuknya benda asing dalam daging. Pembengkakan ini biasanya berisi nanah yang bercampur darah sehingga terlihat benjolan besar pada tubuh ternak. Penanggulangan adalah dengancara pembedahan dengan pisau yang tajam dan steril. Pembedahan ini bertujuan untuk mengeluarkan nanah sampai bersih. Setelah nanah keluar luka bekas pembedahan diberi antibiotik paradek dengan dosis 10 cc/ekor agar tidak terjadi infeksi akibat pembedahan.
4. Jenis-jenis obat
Dalam usaha penggemukan sapi obat sangat berperan terutama dalam menangani kesehatan ternak. Adapun jenis obat yang digunakan antara lain :
a) Multi Premik Ademineral
Berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan dan menambah berat badan pada sapi. Dosis yang digunakan yaitu 100 gram/100 kg pakan. Obat ini mengandung bermacam-macam zat yang dibutuhkan oleh sapi seperti : vitamin A,D,E dan K, kalsium, pospor, maknesium, natrium, vitamin C dan carier.
b) Nostres
Merupakan obat anti stress untuk mengatasi stress, meningkatkan daya tahan tubuh, mempercepat proses penyembuhan penyakit. Dosis yang digunakan untuk mengatasi stress dan meningkatkan daya tahan tubuh adalah 1 gram yang dilarutkan dalam air sebanyak 4 liter selama 5 hari berturut-turut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit dosis yang digunakan adalah 1 gram Nostres dilarutkan dalam 2 liter air selama 5 hari berturut-turut.
c) Septivak
Yaitu vaksin SE inaktif dalam imulsi minyak atau vaksin SE inaktif terhadap penyakit SE (Septicaina Epizooticae) dalam emulsi minyak. Vaksin ini dibuat dari kuman Pasteurrella Multacidae Strain catha yang dikembangkan dalam media cair, kemudian di inaktifkan dengan formalin lalu dicampur dengan emulsi minyak. Setiap dosis vaksin mengandung tidak kurang dari 2 mg berat kering kuman. Fungsi dari obat atau vaksin ini adalah menimbulkan kekebalan terhadap penyakit SE pada sapi. Cara pemakaian dan dosisi adalah :
 Sebelum vaksin dipergunakan, vaksin harus dikocok sampai homogen.
 Dalam penyuntikan harus menggunakan tabung dan jarum yang steril untuk menghindari terjadinya infeksi.
 Penyuntikan dapat dilakukan melalui urat daging.
 Dosis yang digunakan untuk sapi adalah 3 ml/ekor.
d) Tetramicin atau LA (Long Acting)
Obat ini merupakan suatu obat suntik parten yang mengandung 200 mg oxytetracycline base per ml. Formula yang unik ini hanya dengan sekali penyuntikan obat ini mampu mempertahankan kadar antibiotika dalam darah selama 3-5 hari pada sapi. Obat ini berguna untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gabungan dengan organisme-organisme yang peka terhadap oxitetracycline, serta bakteri gram positif dan gram negatif, spesies mikoplasma tertentu,protozoa dan golongan–golongan psittacosis-lymphogranuloma (chlamidia)s.obat ini digunakan bila ternak benar-benar membutuhkan. Untuk ternak sapi obat ini dapat menyembuhkan atau mengobati anaplasmolisis, pneumonia, leptospirosis, futrut, dipteria, mastitis sistemik, black leg, bacterial entevistis dan luka-luka infeksi. Dosis yang digunakan untuk ternak sapi adalah 1 ml per 10 kg bobot badan.
e) Cartisone Acetate
Obat ini digunakan untuk mengobati luka dalam, seperti pincang dan abses.dosis yang digunakan adalah 10 cc per ekor.
f) Super Vetaclean
Merupakan desinfektan yang berfungsi untuk membasmi virus, bakteri, mikroplasma, jamur, cendawan dan mikroorganisme lain yang menggangu kesehatan ternak. Super vetaclean digunakan dengan cara disemprotkan pada bagian kandang serta lingkungan kandang agar terhindar dari penyakit. Dosis yang digunakan adalah tergantung dari keadaan atau penyakit yang ada dalam lingkungan kandang misalnya untuk penyakit antrax dan brucellosis dosis super vetaclean adalah 1 : 60.
g) Paradril
Paradril adalah obat dalam untuk mengobati penyakit yang menyerang saluran pencernaan. Seperti kembung, diare, berak darah dan lain-lain. dosis yang digunakan adalah 10 ml per ekor.
h) Streptomycin  penicilin
Merupakan obat suntik yang digunakan untuk menyembuhkan luka luar, seperti goresan, kropeng, luka sobek dan lain-lain. dosis yang digunakan 15 cc per ekor.

i) Injectavit atau vitamin
Merupakan vitamin untuk menambah nafsu makan pada ternak dan meningkatkan daya tahan tubuh pada ternak. Obat ini diberikan pada ternak yang sakit agar ternak tersebut memiliki nafsu makan yang tinggi dan memiliki daya tahan tubuh dalam keadaan sakit. Dosis yang digunakan adalah 10 cc per ekor.
5. PPO
PPO merupakan tempat untuk pengolahan atau pembuatan pupuk organic. Faices yang selama ini menjadi masalah karena bau dan daya cemar terhadap lingkungan sekitar, kini dapat teratasi dengan diolah secara khusus menjadi pupuk organic. Faices yang dihasilkan dari sapi potong yang digemukan diolah menjadi pupuk organic yang memiliki daya guna yang lebih baik. Pengolahan pupuk organic diperusahaan ini dimulai dari pengadaan bahan hingga ke pemanenan.
1. Pengadaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk membuat pupuk organic terdiri dari beberapa bahan yaitu kotoran sapi murni sebanyak 45 %, kulit singkong 10 %, onggok 5 %, abu boiler 5 % dan ekstacoke 20 %. Kelima bahan ini merupakan formulasi lama yang digunakan dalam pembuatan pupuk organic. Untuk saat ini bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organic hanya kotoran sapi murni. Hal ini dilakukan karena hasil analisis antara kedua bahan tersebut ternyata yang lebih bagus adalah kotoran sapi murni, selain itu biaya untuk pengadaan bahan tidak terlalu mahal karena hanya menggunakan kotoran sapi murni. Kotoran sapi murni diambil dari kandang kemudian diangkut ke unit proses PPO menggunakan truk khusus untuk mengangkut kotoran sapi. Sebelum kotoran sapi diolah, kotoran distandarkan kadar airnya dan kandungan bahan atau unsure hara yang terdapat dalam kotoran dengan cara ditampung dalam tempat penampungan selama  2 minggu. Setelah dipenampungan, kotoran dianalisis dilaboratorium untuk mengetahui kandungan bahan tersebut. Standar kadar air kotoran sapi yang akan digunakan dalam pembuatan pupuk organic adalah dibawah 60 % dan diatas 40 %.
2. Proses pembuatan
Setelah bahan baku ditampung dan kandungan air sudah sesuai dengan standar, langsung dimasukkan ke bath (bak proses) menggunakan bobcat. Berikut adalah gambar bath.
Dalam satu kali proses pembuatan pupuk organic adalah 500 ton. Dalam memasukkan bahan ke bath yang perlu diperhatikan adalah membersihkan kotoran yang terdapat dalam bahan baku/kotoran misalnya batu, karung, kayu, kaleng dan lain-lain. Kotoran yang sudah berada dalam bath dilakukan coping dan blower untuk mempertahankan suhu yaitu 60-70 OC dan kadar air 30-50 %. Setelah suhu dan kadar air konstan dilakukan penyemprotan larutan kultivar secara merata. Penyemprotan ini dilakukan dengan cara menyemprotkan langsung menggunakan selang sambil dilakukan pengadukan (coping) supaya larutan tercampur merata sampai bagian paling dasar. Larutan kultivar ini mengandung dekompuser bakteri yaitu Bio X yang dapat membantu dan mempercepat proses fermentasi kotoran sapi. Kultivar ini disusun dari berbagai bahan yaitu molasis 500 kg, Bio x 40 kg, urea 35 kg, tepung ikan atau bungkil kedelai 25 kg dan air. Fungsi dari masing- masing bahan tersebut antara lain : molasis sebagai media hidup dan makanan yaitu sumber energi, urea sebagai pengikat nitrogen agar tidak terlepas ke udara, tepung ikan berfungsi sebagai makanan bakteri selama dalam proses fermentasi dan air sebagai pelarut. Sedangkan Bio x sendiri sebagai decomposer dalam pembuatan pupuk organic yang memiliki kemampuan hidup yang tinggi yaitu mampu beradaptasi dalam keadaan aerob dan anaerob. Larutan kultivar dibuat dalam tangki mixer.
Dalam satu kali pembuatan kultivar adalah 4500 kg. Adapun cara pembuatan kultivar yaitu :
1. Molasis dimasukkan kedalam tangki mixer sebanyak 300 kg dan ditambah air.
2. Urea 35 kg, bungkil kedelai atau tepung ikan 25 kg kemudian ditambah air hingga kapasitasnya menjadi 300 liter/3ton ,setelah itu diaduk setiap 15 menit selama 3 hari.
3. Kemudian ditambah Bio x 40 kg.
4. Selama 3 hari molasis dimasukkan lagi dan ditambah dengan air sehingga beratnya menjadi 4500 kg atau 4.5 ton, kemudian diaduk sampai merata.
5. Setelah berumur 4 hari larutan kultivar bisa dipakai.
Setelah dilakukan penyemprotan dengan larutan kultivar, dilakukan pembalikan (coping) 3 hari sekali. Tujuan pembalikan adalah untuk mengurangi penguapan sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan lancar. Selama dalam proses fermentasi dilakukan pengontrolan suhu setiap hari, jika suhu lebih dari 60 % sebelum 3 hari dilakukan pembalikan. Proses fermentasi pembuatan pupuk organic adalah 21 hari (siap panen).
3. Pemanenan
Pemanenan dilakukan pada umur 21 hari dan suhu sudah turun, karena pada saat umur 15-20 hari suhu bisa naik mencapai 70 OC. adapun ciri-ciri pupuk organic yang bagus dan siap panen yaitu : terjadi penurunan kadar air (40-42 %), penurunan suhu, bau atau aroma mendekati tanah, warna coklat kehitaman dan PH  7. dalam pemanenan sebelum dikemas pupuk organic diayak terlebih dahulu untuk mendapatkan partikel yang kecil/lembut. Pengayan dilakukan menggunakan mesin khusus pengayak. Setelah pengayaan dilakukan pupuk organic dapat dikemas sesuai dengan permintaan pasar. Adapun tujuan pengemasan adalah : mempermudah distribusi,memberi informasi tentang produk, penggunaan dan manfaatnya, isi pupuk dan produsennya.

PEMBUATAN ROUGHAGE

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hijauan sebagai bahan pakan ternak sapi mempunyai peranan yang sangat penting, karena dilihat dari golongan sapi yang masuk ke dalam binatang pemakan tumbuh-tumbuhan (Herbivora). Sedang konsentrat bagi ternak sapi hanyalah sebagai pakan penguat beberapa kandungan nutrisi yang belum dipenuhi oleh hijauan. Selain itu hijauan memiliki serat kasar tinggi yang sangat berguna dalam menjaga alat pencernaan ternak sapi sebagai ternak ruminantsia.
Untuk meningkatkan kualitas hijauan yang memiliki nilai nutrisi yang rendah maka ditanggulangi dengan beberapa perlakuan terhadap bahan pakan tersebut. Kulit nanas yang nilai gizinya rendah dan memiliki zat anti nutrisi dapat diberi perlakuan dengan fermentasi menjadi roughage untuk meningkatkan daya cerna dan mengurangi kandungan zat anti nutrisinya. Roughage adalah campuran dari beberapa bahan pakan yang berupa hijauan yang di fermentasi. Hijauan yang dapat dijadikan roughage diantaranya : tebon jagung, rumput taiwan, rumput lapangan dan lain-lain. Sedangkan bahan utamanya adalah kulit nanas.
Kulit nanas digunakan sebagai bahan utama karena, dalam kulit nanas mengandung zat asam yang tinggi sehingga dapat membantu proses fermentasi yang dapat meningkatkan kualitas hijauan. Kulit nanas yang dibuat roughage mengandung bahan kering 12%, PK 0,4%, SK 1,7%, lemak 0,2%, energi 0,36%, dan mineral 0,5%.

B. Tujuan
Kegiatan praktek yang dilaksanakan oleh mahasiswa bertujuan untuk:
1. Mengetahui cara pembuatan roughage.
2. Mampu menciptakan pakan yang berkualitas dari bahan pakan yang berupa limbah pertanian.
3. Untuk meningkatkan kualitas bahan pakan yang tadinya nilai gizinya rendah dengan cara fermentasi.
4. Sebagai bekal mahasiswa setelah lulus dari pendidikan, untuk mengatasi kesulitan bahan pakan hijauan saat musim kemarau.



II. LANGKAH KERJA
A. Alat dan Bahan
1. Alat :
• Parang
• Plastik
• Karung
• Rafia
2. Bahan
• Buah nanas
• Hijauan segar (rumput lapangan)
B. Cara Pembuatan Roughage
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Mencacah buah nanas menjadi partikel yang lebih kecil.
3. Memotong hijauan yang akan digunakan untuk campuran kulit nanas.
4. Mencampur kulit nanas dan hijauan sampai rata dengan perbandingan 2 : 1.
5. Campuran dimasukkan ke dalam plastik dan dipadatkan agar tidak terdapat udara dalam plastik tersebut.
6. Plastik diikat menggunakan rafia seerat mungkin.
7. Fermentasi berlangsung selama 7-10 hari.
8. Setelah 7-10 hari roughage dapat dipanen dan dapat langsung diberikan kepada ternak.


III. PEMBAHASAN
Roughage yang kami buat hasilnya bagus dengan tanda-tanda :
• Warna hijau kecoklatan
• Baunya harum
• Tidak berjamur
• Tekstur segar
• Disukai ternak
Namun pada lapisan bawah dari roughage yang kami buat terdapat lendir, hal ini disebabkan karena nanas yang digunakan banyak mengandung kadar air (perlu dilakukan pemerasan) dan bukan kulit nanas yang digunakan tetapi buahnya juga ikut dicampur. Selain itu perbandingan antara rumput dan kulit nanas kurang tepat (rumputnya terlalu sedikit). Media yang digunakan berupa plastik yang tidak dapat meresapkan air sehingga air yang terkandung dalam roughage mengendap di bagian bawah yang menyebabkan terbentuknya lendir.

IV. PENUTUP
Dari hasil praktek pembuatan roughage yang kami lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil dari fermentasi roughage sudah bagus namun berlendir.
2. Setelah diberikan kepada ternak roughage lebih disukai dibanding jerami.
3. Zat anti nutrisi yang terkandung pada nanas dapat dikurangi dengan memberi perlakuan berupa fermentasi.
4. Dari hasil pengamatan pada umur 4 hari roughage sudah jadi dan dapat diberikan pada ternak.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com